LAMAKERA
Lamakera,
Sebuah desa dipelosok NTT berbasiskan
Islam yang belum terjamah oleh moderenisasi, hingga tradisi dan adat
istiadat tetap dipegang erat seiring
dengan proses regenerasi yang kemudian menjadi budaya yang patut diapresiasi
Sebagai sebuah objek wisata.
Lamakera merupakan sebuah perkampungan berbasis islam di pesisir Pulau solor yang juga menjadi bagian dari Kabupaten Flores Timur, terletak di ujung timur pulau solor menjadikannya sebagai daerah yang cukup strategis karena menjadi tempat pertemuan arus dan mudah menjangkau laut sawu. Lamakera juga merupakan selat yang memisahkan dua pulau lainnya yaitu Pulau Lomblen (Lembata) dan pulau Adonara.
Lamakera
sejak dahulu dikenal sebagai penantang samudera, posisinya yang tepat berada di
pesisir membuat sebagian besar penduduknya bermata pencharian sebagai nelayan, dan
seabagian kecil adalah pedagang yang sering pulang pergi mengais rezeki di
pesisir waiwerang pulau adonara yang saling bersebrangan. orang Lamakera
merupakan nelayan ulung yang memulai tradisi perburuan paus biru dengan hanya
bermodalkan “gala”(Tombak) dengan bertelanjang dada melesat diatas ganasnya
samudera. Laskar Lamakera nama gelar untuk para penangkap paus desa Lamakera
seajak dahulu bahkan sebelum masehi, Laskar lamakera inilah yang memulai
tradisi perburuan paus yang kemudian ditiru desa serumpunnya Lamalera disebelah
selatan pulau lomblen (Lembata) yang bermayoritas Katolik dan Kristen
protestan, anehnya hanya Lamalera yang selalu terekspose oleh media, hal ini
pelak memicu protes warga Lamakera yang menduga adanya diskriminasi atas dasar
agama oleh Pemkab Flores Timur.
Seiring dengan pertumbuhan penduduknya, Lamakera kini telah dibagi menjadi dua dusun, yaitu Dusun Watobuku disebelah barat dan dusun Motonwutun disebelah timur, dan terdiri dari 7 suku berdasarkan garis keturunan keluarga yang dipimpin oleh masing-masing kepala sukunya, 7 tetua kepala suku inilah yang kemudian menjadi tokoh kunci yang harus dilibatkan dalm pengambilan keputusan dalam sebuah masalah adat maupun agama.
Menjadi
pelatak dasar berdirinya peradaban Islam di NTT membuatnya terus menjaga tetap
kentalnya nilai-nialai religius dalam kehidupan, dan tardisi adat istiadatnya
sehari-hari melalui proses kaderisasi yang terstruktur
dengan penanaman pendidikan-pendidikan islam sejak dini yang
mulai dibangun secara komperhensif.
Demi menunjang pembangunan pendidikan dan da’wah Islam, Lamakera memiliki sebuah Masjid yang menjadi pusat pendidikan dan da’wah islam, masjid Al-Mujtihad Lamakera merupakan pusat da’wah yang diwarisi sejak awal era pembangunan, dan kini telah melalui tahap renovasi yang kesekian kalinya dan kini Nampak seperti surganya Lamakera, bak oase ditengah-tengah potret kegersangan nan tandus. Yang menjadi keunikannya adalah jumlah pintu masjid disesuaikan dengan jumlah suku yang ada, dan masing-masing pintu diberi nama suku. ini bukan berarti dinilai sebagai upaya membentuk sekat pemisah, namun sebagai penonjolan eksistensi nilai budaya yang ada di sana, dan secara tidak langsung telah menyatakan bahwa masjid tersebut adalah hasil keringat bersama dan merupakan milik bersama tanpa adanya diskriminasi.
Sejak
awal pembangunannya Lamakera kini telah memberikan estafet pembangunan pada
grnerasi kader yang ke tiga dan kian pesat menunjukkan pembangunan signifikan
terutama disisi pendidikan dan Da’wah, setelah awalnya dipioner oleh Abd,
Syukur Ibrahim Dasi, seorang tokoh visioner Islam pada zaman imperialis
portugis
di daratan Flores Timur, dan kini telah sampai pada generasi ke tiga
yang sedang memproyeksikan pendidikan
islam menengah ke atas MA PLUS sedrajat SMA/SLTA.
Semoga pada proses perkaderan lamakera pada generasi yang ke empat untuk menerima estafet pembangunan selanjutnya dapat menghasilkan out put yang lebih berkualitas dan memiliki kreasi dan inovasi yang lebih demi pembangunan Lamakera yang lebih baik tanpa mengabaikan nilai dasar yang ada, serta tidak menyimpang dari da’wah Islam yang begitu mendarah daging.
![]() |
THURRAHM Pr |
Komentar