Kearifan Lokal Sebagai Tolak Ukur Peradaban Islam Lamakera
![]() |
Gambar. Fickr.com |
Kearifan lokal yang kita ketahui
selama ini merupakan suatu bentuk nilai budaya yang terwariskan oleh pendahulu
kita dan sudah sepatutnya untuk kita jaga dan pelihara agar tidak tergerus oleh
intervensi budaya asing yang mulai menggerogoti moral anak bangsa dan cenderung
menuntun ke arah yang hedonis.
Kearifan lokal sangat berperan pada
fungsi identitas diri yang dapat menjadi pembeda diri kita dengan masyarakat
lainnya, menjadi pembeda budaya timur dan budaya barat yang cenderung
mengabaikan nilai-nilai normatif, dan pembeda ras , budaya, dan asal kita
masing-masing. Perbedaan-perbedaan ini tentunya tidak harus menjadi sekat
pemisah dan pemicu permusuhan diantara kita akan tetapi sudah sepatutnya kita
hargai sebagai nilai social budaya yang dapat menjadi sarana mempererat tali
silaturahim. Sebagaimana Firman Allah yang menjelaskan tentang penciptaan
manusia yang diantaranya terdapat laki-laki dan perempuan dan kemudian dari
laki-laki dan perempuan itu menjadi berpasang-pasangan, kemudian terus
berkembang menjadi bersuku-suku, tujuannya tidak lain adalah agar kita saling
kenal-mengenal dan saling menjaga satu sama lain.
gambar. mhrshikkasongge.blogspot,com |
Kearifan lokal lamakera sangat
bersumber pada nilai-nilai Agama. Hal ini memberikan pemaknaan kembali bahwa
Agama sebagai kekuatan spiritual yang sangat universal, agama tidak hanya
sebagai kekuatan spiritual bagi ummat manusia akan tetapi juga sebagai kekuatan
normatif yang dapat menuntun kehidupan social masyarakat manusia.
Kearifan lokal Lamakera bukan saja
sebagai nilai kekayaan budaya akan tetapi lebih kepada tuntunan sosial
masyarakat yang bersumber pada alqur’an dan al-hadist. Musyawarah, silaturahim,
Kooperatif (gotong-royong) adalah beberapa bentuk kearifan lokal Lamakera yang Nampak
pada khidupan sehari-hari maupun yang tersirat pada warisan seni budaya.
Musyawarah yang selalu melibatkan orang tua tujuh suku dalam pemecahan problem
social maupun agama secara representatif telah melibatkan seluruh masyarakat. Betapa
pentingnya
musyawarah dalam kehidupan untuk
dapat menghalau pertikaian, sperti Firman Allah yang menjelaskan tentang
pentingnya musyawarah dan bila tidak ditemuai titik akhir dalam mussyawarah,
maka sebaiknya dikembalikan pada alqur’an dan hadist. Hal ini justru tidak
sinkron dengan realita saat ini, Musyawarah seakan mulai diabaikan. pemecahan
masalah kadang diputuskan secara sepihak, mementingkan egoisme pribadi,
golongan dan bahkan egoism politik yang perlahan menggrogoti kearifan lokal
lamakera.
![]() |
Realitas kearifan lokal lamakera
kini seakan mulai menampakkan pergeseran, bahkan terancam hilang terhempas
moderenisasi. hal ini tentu menjadi sangat berbahaya bagi perkembangan
masyarakat lokal yang akan kehilangan identitas diri. sebagai anak muda Lokal
sudahlah tentu ditangan merekalah kearifan lokal yang ada dapat bertahan. Kini
sangat marak terjadi akulturasi budaya yang disebabkan oleh pemuda-pemudi yang
enggan dan malu mewarisi budaya lokal dan kadang berdampak pada krisis moral.
Faktornya tidak lain adalah upaya pengembangan masyarakat yang dibaluti
globalisasi yang sangat berlebihan.
Globalisasi hendaknya dapat disikapi
dengan wajar. globalisasi sebagai katalisator perkembangan dan kemajuan masyarakat
harusnya dapat direspon secara positif, sayangnya katalisator kemajuan ini
dapat diibaratkan seperti belati bermata dua, disatu sisinya dapat memberikan
manfaat dan kemaslahatan ummat, namun disisi lain dapat menjadi bumerang
kemadaratan bagi ummat. Kembali kepada pribadi masing-masing tunas muda masa
kini Lamakera yang dimana pada diri merekalah globalisasi mulai berkembang,
bagaimana cara mereka menyikapi dan memanfaatkan globalisasi.
Untuk itu sangat perlu dilakukan
pencegahan dini terhadap akulturasi budaya, terutama pada generasi muda lamakera
yang kelak menjadi pewaris nilai-nilai kearifan lokal Lamakera. Pencegahan yang
sistematis dan merujuk pada kaula penerus sangatlah dibutuhkan. Pecegahan dapat
dimulai dari diri kita sendiri, keluarga, dan pranata social yang ada.
Pencegahan yang paling penting
dimulai dari aparatur pemerintahan yang akan memberikan pengaruh lebih melalui
kebijakan-kebijakan yang dibuatnya, kebijakan yang dibuat haruslah sinkron
dengan nilai budaya yang ada dan selalu merujuk pada pemeliharaan nilai budaya
lokal.
Selain aparatur pemerintahan,
ditahap kedua dapat dilakukan melalui pendidikan formal, sekolah maupun
pendidikan tinggi, dalam kurikulum pendidikannya dapat dimasukkan pendidikan
mengenai budaya lokal, bila perlu dapat ditanamkan sejak pendidikan dasar.
Tahap ketiga dapat dilakukan melalui
pranata sosial yang dapat menjadi wadah aspirasi, pengembangan minat, dan bakat
pemuda lokal, sehingga dapat menarik perhatian pemuda terhadap warisan kearifan
lokal.
Semoga kerifan lokal Lamakera tetap
terjaga dan terpelihara sehingga dapat diwarisi generasi-generasi yang akan
datang, agar mereka dapat mengenali identitas diri mereka, agar dapat tercermin
masyarakat lamakera yang benar-benar mengamalkan nilai-nilai Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
Amiien ya Robbal 'Aalamiin. . .
Fathurrahman Ali Wahid T. Dasi
fathurrahmanprakon.blogspot.com
Komentar