Proposal Penelitian dan Penulisan Biografi Abd Syukur Ibrahim Dasi oleh ( Tim Penulis: HM Ali Taher Parasiong, MHR. Shikka Songge, Hassan M. Noer)






Proposal Penelitian dan Penulisan Biografi
Abd Syukur Ibrahim Dasi 
MHR. Shikka Shongge
A.    Pendahuluan
Proses pembentukan peradaban suatu masyarakat, tidak terlepas dari peran atau pengaruh penting seorang tokoh. Sejarahpun membuktikan berbagai perubahan yang bersekala dunia juga ditentukan oleh kekuatan dan integritas seorang tokoh. Begitu pula halnya gerakan peradaban Islam di wilayah Lamaholot Kepulauan Solor maupun jazirah NTT pada umumnya juga dipengaruhi oleh seorang tokoh pergerakan yang menjadi locomotifnya. Abd Syukur ID menjadi actor yang memimpin gerakan perubahan masyarakat Islam NTT, melalui pendidikan dan dakwah dimulai dari Lamakera sebagai titik centrum pertama.
Jejak sukses karya peradaban Abd Syukur nampak jelas, pada sejumlah sekolah yang dirancang baik dari tingkat TK sampai jenjang SLTA, dan sejumlah kebijakan yang dihasilkan selama ia menjabat sebagai Kepala jawatan Pendidikan Agama Islam tingkat Flores di Lamakera/Ende dan tingkat NTT di Kupang. Semua ikhtar itu ditujukan untuk membebaskan umat islam dari dilema kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan social, dan mewujudkan tercapainya kesamaan derajat sesame umat manuisa. Sehingga umat Islam NTT mendapatkan status atau derajat social yang sama dengan umat lain. Terobosan ini terasa kegunaan dan manfaatnya yang sangat penting, karena dengan pendidikan umat islam termetamorfosa menjadi sama tinggi dan sama rendah dengan golongan katolik/Kristen yang mayoritas NTT. Bisa dibayangkan bila saja terobosan peradaban ini tidak dimulai oleh Abd Syukur, tentu posisi umat islam yang minoritas menjadi umat inferior, tidak memiliki posisi tawar, dan menjadi korban eksploitasi oleh kelompok mayoritas. Abd Syukur tidak hanya berhasil di kampungnya Lamakera solor Timur, juga tidak saja Flores, melainkan sepak terjang Abd Sykukur dirasakan oleh seluruh umat Islam di NTT. Tentu profil keberhasilan Abd Syukur ID, tidak terlepas dari peran penting kedua orang tuanya HM Ibrahim Tuan Dasi dan Ibunda Siti Salamah atau Emma Luma.  
Untuk mengurai kembali benang sejarah yang panjang ini, cukup menguras energy, oleh sebab tidak banyak referensi yang menguraikan tentang sejarah gerakan kedua tokoh ini. meski demikian ada beberapa buah skiripsi S1 yang mengupas beberapa karya dari kedua tokoh diatas. Drs Abdul Hamid ID, menulis Peranan Dakwa alumni PGAP 4th  Lamakera, dan Drs Abd Syahar menulis sejarah masuknya Islam di Lamakera. Kedua skripsi Sarjana Lengkap (setingkat S1 sekarang), sangat jelas memaparkan hasil sebuah penelitian tentang signifikansi peran kedua tokoh ini dibalik suksesnya proyek pengembangan peradaban Islam yang bermula dari Lamakera, lalu ke Ende, kemudian terakhir di Kupang. Selain itu secara lisan kita masih mendengar cerita rakyat atau masyarakat tentang karya peradaban yang diwariskan oleh Abdu Syukur dan HM Ibrahim Tuan Dasi.
Peranan Abd Syukur ID dan HM Ibrahim Tuan Dasi, keduanya memiliki peran yang sangat signifikan proses islamisasi dan pengembangannya. Ibrahim Tuan Dasi, dengan begraoundnya sebagai raja Lamakera dalam gugusan Solor Watan Lema, daerah kekuasaannya Solor Timur bagian pantai utara dan pantai selatan semuanya memeluk agama islam. Di wilayah kekuasaannya tidak ada satu kampungpun yang beragama selain Islam. Inilah merupakan karya politik monumental dan spektakuler HM Ibrahim Tuan Dasi. Komitmennya sebagai salah satu raja Islam, ditunjukan secara sangat eksplisit untuk memihak kepentingan rakyat dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Pertama, komitmen keuumatan yang kuat itu ditunjukan dengan gigih menolak permintaan missionaris untuk mendirikan gereja di wilayah Islam khususnya di Lamakera. Kedua, menolak pembayaran pajak pada raja Larantuka, sebagai wujud penolakan kekuasan raja Larantuka yang katolik. Ketiga, mendatangkan guru guru agama islam baik di Lamakera maupun daerah kekuasaannya yang lain, untuk mengimbangi guru guru katolik yang ditugaskan oleh missionaries. Selain itu secara internal di Lamakera HM Ibrahim Tuan dasi juga mendatangkan seorang yang ahli tentang Islam pada thn 1941, yaitu Bpk Mingge Iyang. Kedatangan Tokoh ini terkait dengan memanasnya polarisasi pemahaman Islam antara ata labbeh dan ata bodoh. Tarik menarik antara dua kelompok ini didasari oleh pemahaman islam bukan atas pemahaman tekstual agama, melainkan karena tradisi lisan yang sangat kuat.
Sedangkan Abd Syukur, selesai menamatkan sekolah, ia melanjutkan karya peradaban ayahnya,  dengan meningkatkan kualitas umat melalui perbaikan dan peningktan kualitas sumber daya umat dengan mendirikan sekolah yang dikelola secara professional melalui yayasan Tarbiyah islamiyah yang didirikan bersama beberapa teman seperjuanngannya.  
B.     Latar Belakang Permasalahan:
1.      Abad Kegelapan Islam Lamaholot
Kehadiran Abd Syukur ID, kira kira satu abad setelah kehancuran Kesultanan Menanga, yaitu di abad 18 M. Abad ini merupakan abad kegelapan atau kehancuran Islam di bumi Lamaholot oleh emperialisme Portugis. Sejak itu Lamakera mengambil alih puing puing kerontokan Islam di Menanga. Sejak peristiwa penghancuran itu, riwayat Peradaban Islam Lamaholot Kesultanan Menanga, tidak banyak diketahui oleh banyak kalangan. Tidak banyak artifac yang tertinggal sebagai bukti yang menjelaskan kepada kita. Tapi setidaknya ada benteng tua, berbentuk empat persegi panajang yang melingkari rumah rumah penduduk Menanga saat ini menjadi bukti sejarah yang autentik. Keberadaannya menjadi salah satu fakta sejarah terpenting, dan menjadi alat analisis yang menjelaskan masa lalu Menanga dan peradaban Islam yang pernah jaya. Secara psyikhologis Abd Syukur ID mewarisi suatu kebudayaan masyarakat Islam yang rapuh, akibat keberingasan penjajah.   
Benteng ini  memang unik, meski usianya telah tua, namun nampak rapi dan utuh, walaupun hanya berupa susunan batu batu laut tanpa semen yang merekati, dengan tebal kurang lebih 1,5 m. Benteng yang berbentuk empat persegi panjang ini lazim disebut oleh penduduk setempat dengan sebutan “kota”. Kota, adalah frase yang menjelaskan, bahwa Menanga pernah menjadi pusat kegiatan ibu kota kesultanan. Sebagai ibu kota kesultanan tentu disini pula merupakan pusat kegiatan, pemerintahan, perekonomian, pendidikan, keagamaan, politik, maupun kegiatan kebudayaan. Dengan keberadaan benteng ini saja cukup menggambarkan betapa besarnya suatu kekuasaan di daerah itu. Bangunan Benteng ini menunjukan kehebatan kekuasaan sang Sulthan yang sanggup memimpin dan menggerakan masyarakat yang bekerja untuk mewujudkan benteng tersebut. Keutuhan benteng itu masih bertahan sampai saat, menunjukan ketinggian moralitas dan keutuhan social antara sang sultan dan rakyatnya. Selain benteng, tiada satupun benda sejarah, bukti kemajuan Peradaban Islam yang tertinggal. Semuanya hilang tak tersisah dan hilang tak berbekas.
Bahkan, tidak sedikit orang orang pintar, yang punya kekuasaan, kekayaan, menggerakan eksodus untuk menyelamatkan rakyat dari kebiadaban Portugis saat itu. Diantara mereka yang menyelamatkan diri ke Kupang, Alor, Adonara dan sekitarnya. Sya’ban bin Sanga, salah satu tokoh kharismatis, ulama besar menyelamatkan diri ke Kupang. Di tempat baru ini, ia menjadi bintang aktivis pergerakan Islam yang berpengaruh, sehingga ia berhasil mendirikan sebuah Masjid di Airmata Kupang thn 1812 M. Masjid tua itu masih ada, dan Airmata kini menjadi perkampungan Islam yang dihuni oleh mayoritas turunan bangsa Arab.
Kebiadaban Portugis di Menanga dikala itu tidak menyisahkan peninggalan yang berarti. Semuanya habis diberangus Portugis, sehingga tidak ditemukan lagi bukti bukti sejarah. Karya besar yang pernah ada, sudah tiada berbekas, bagaikan Peradaban Yang Hilang. Kecuali benteng tua itu yang masih tersisah sampai saat ini. Peristiwa penting ini patut dikenang sebagai proses pemusnahan suatu peradaban islam oleh bangsa emperialis. Boleh jadi ini merupakan dendam ideologis bangsa Portugis atas pengusaan Andalusia oleh emperium Islam kurang lebih 7 abad lamanya di Eropa.
Hengkangnya Portugis dari Kepulauan Solor, seiring dengan “Keruntuhan Kesultanan Menanga” di abad 18 M. Peristiwa kelam ini ternyata membuahkan perspektif baru gerakan politik muslim Lamaholot Kepulauan Solor. Keruntuhan Kesultanan Menanga, tidak menjadikan orang-orang Islam Lamaholot diam, tertidur, takut atau melakukan kompromi kompromi politik. Namun justeru sebaliknya persitiwa ini menjadi titikbalik, momentum terpenting munculnya konsulidasi gerkan radikalisasi perlawanan terhadap imperialism.
2.      Gerakan Solor Watan Lema


Abd Syukur lahir dan melewati masa kanak dan remajanya pada saat ayahanda tercintanya sedang berada dipuncak kekuasaan sebagai raja Lamakera. Selain sebagai Raja Lamakera, juga salah satu tokoh dan pemimpin Islam Lamaholot terkemuka, HM Ibrahim Tuan Dasi bersama rekan sejawatnya para Raja Solor Watan Lema yang lain melakukan inisiatif melahirkan gerakan baru sebagai bentuk perlawanan yang terkonsulidir dan terorganisir. Yaitu kerajaan Labala di Lembata, kerajaan Lamaker, kerajaan Lewohayong di Solor, kerajaan Lamahala, kerajaan Terong di Adonara. Keliama kerajaan ini berhimpun dalam Pacta Solor Watan Lema. Para raja-raja Islam ini juga menyepakati satu Manivesto Politik “Gerakan Politik Non Coorperatif” terhadap kolonialism. Dan HM Ibrahim Tuan Dasi, adalah salah satu tokoh yang sangat menentukan dalam kerja sama antara pacta Solor Watan Lema. Bahwa umat islam yang berhimpun dalam Pacta Solor watan lema tidak pernah berkompromi dengan kekuatan manapun yang bersekutu dengan emperialis. Inilah bentuk komitmen dan visi raja raja Islam di wilayah Kepulauan Solor untuk mempertahankan kedaulatan umat dan keyakinan Islam sebagai agama tauhid. Salah satu dampak dari sikap noncoorperatif utu ialah, HM Ibrahim Tuan Dasi, bersedia menerima hukuman jalan kaki dari end eke Larantuka.         
Dampak Politik Non Coorperatif, yang beraroma diskriminatif terhadap umat Islam, terus berlangsung, sejak masa kemerdekaan bahkan di era reformasi ini. Kebanyakan perkampungan Islam tidak menjadi prioritas dalam pembangunan. bahkan cenderung diabaikan oleh Belanda Hitam yang saat ini tengah berkuasa. Penempatan pejabat daerah sangat jarang diberikan pada orang islam meskipun memiliki kapasitas dan kapabilitas. Polarisasi antar Islam dan katholik, yang diperlihatkan melalui diskriminasi pembangunan, nampaknya sulit berakhirr. Dalam bahasa Lamaholot polarisasi ini diistilahkan dengan sebutan “Kiwan dan Watan” Kiwan, sebutan bagi Katolik dan watan sebutan bagi muslim.
Bila ditelusuri lebih mendalam, sesungguhnya dikhotomi kekuasaan atas perspektif ata Watan dan ata Kiwan seperti yang terjadi di Flores Timur, adalah produk politik divide et empra. Kebijakan demikian merupakan startegi colonial Belanda untuk memecah belah kekuatan Lamaholot. Proses pelemahan ini dimaksudkan untuk melanggengkan kekuasaan emperialisme Belanda di bumi Lamaholot. Dengan begitu Belanda lebih leluasa mengambil upeti dan merampok hasil bumi warga Lamaholot. Raja Larantuka dan Istana Kebon Sirih sekaligus kekuasaan dibawahnya dijadikan sekutu dan mitra Belanda. Raja Larantuka dengan stecholder senantiasa mendapat dukungan dan support oleh fihak koloni. Sementara raja raja Islam Solor Watan Lema konsisten menolak membayar pajak dan tidak mau tunduk pada kekuasaan raja Larantuka.  Abd Syukur merekam dengan baik jejak perjuangan politik ayahandanya. Situasi ini juga menjadi latarbelakang yang sangat kuat mewarnai alam pemikiran dan pergerakan Abd Syukur selanjutnya.
Apalagi setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, Larantuka ditetapkan sebagai ibu kota kabupaten Flores Timur, problema dikhotomisasi dan diskriminasi pembangunan nampak sempurna. Hal ini terjadi di semua wilayah berpenduduk mayorotas muslim, khususnya wilayah yang memiliki hubungan historis dengan Watan Lema. Di zaman penjajah umat Islam berada di gardah terdapan berjihad melawan imperialis, namun begitu kemerdekaan umat islam diisolir, dialenasi bahkan dimusuhi. Seakan umat Islam tidak punya peran sejarah dalam memerangi emperialis Portugis dan Belanda di bumi Lamaholot Kepulauan Solor Flores Timur NTT.
3.      Kehadiran Abd Syukur ID, Tokoh Inspirator dan Ideolog Peradaban Islam NTT
Kondisi kegelapan kebudayaan Islam Lamaholot, setelah diruntuhkan oleh Portugis di abad 18 M, dan Polarisasi ata lebbeh dan ata bodoh yang menjamur hamper di semua wilayah Islam di Kepulauan Solor, serta gap antara Watan dan Kiwan atau Islam dan Katholik, menjadi problem sisal politik yang sangat serius bagi masyarakat islam. Kondisi ini diperkirakan akan memberikan dampak buruk yang panjang, yang sangat merugikan minoritas umat Islam di Flores dan NTT di zaman kemerdekaan, bila tidak segerah diatasi. Di tengah kecemasan itu muncul seorang tokoh yang cemerlang dan kharismatis, Abd Syukur Ibrahim Dasi dengan berbagai langkah terobosan cerdas dan fundamental.
Atas dukungan orang tuanya HM. IbrahimTuan Dasi (raja Lamakera pada saat itu) beserta segenap masyarakat Lamakera, beliau mengawali tugas peradaban itu. Dari Lamakera ia memikirkan, merencanakan dan menggerakan langkah sistemik untuk membangun pilar peradaban Islam guna menjawab persoalan umat di semua kawasan NTT. Merubah khutbah jumat dalam bahasa arab, yang dibacakan pada setiap shalat jumat, menjadi bahasa melayu. Hal ini adalah kerja peradaban pertama dan terpenting, yang kemudian dapat membangun visi dan persepsi, serta mencerdaskan masyarakat muslim tentang hakekat kehidupan, kemanusiaan dan kemerdekaan. Hampir dapat dipastikan, bahwa selama khutbah jumat disampaikan dalam bahasa arab, tidak akan sanggup merubah pandangan umat, apalagi membangkitkan spirit pergerakan umat, karena umat tidak faham pesan pesan islam yang disampaikan dalam bahasa arab.
Dengan ikhtiar pembacaan khutbah jumat berbahasa melayu, merupakan proses pencerdasan umat tanpa biaya. Melalui khutbah yang berbahasa melayu, umat mendapatkan pelejaran tentang ajaran islam secara langsung. Pendekatan ini merupakan edukasi yang membeskan manusia muslim dari belenggu penindasan karena ketidak tahuannya.  Sekaligus merupakan terobosaan mewujudkan kesetaraan dan kesederajatan sesama umat. Bahwa islam tidak mengenal diskriminasi atas dasar prbedaan kelas social, melainkan semuanya sama di hadapan Allah kecuali mereka yang bertaqwa.
Sepajang penjajahan Belanda di wilayah Solor, masyarakat Solor tidak bisa mendirikan sekolah. Maka di zaman penjajahan Jepang, april thn 1943 masyarakat Lamakera secara swadaya mendirikan SR (Sekolah Rakyat) hanya sampai kls III. Untuk memenuhi kebutuhan rakyat terhadap pendidikan yang lebih sempurna, Abd Syukur melalui TPS (Taman Pendidikan Syukur Seruan Yang Utama Untuk Kebaktian Umat) 1949, ia membuka program lanjutan dari kls IV – kls VI, yang diajarkan sendiri. Dan untuk melanjutkan tamatan SR, Abd Syukur yang hanya tamatan Schacel School (sekolah Belanda setingkat SD 6 th) memprakarsai berdirinya Sekolah Menengah Islam (SMI) 1952 -1953. Berdirinya sekolah merupakan kegembiraan bagi warga Lamakera dan sekitarnya, karena dapat menyekolahkan anak anak mereka di tempat ini. Namun dirasakan sebagai ancaman yang meresahkan bagi warga (non muslim). Sehingga tidak sedikit pernyataan sinis yang diucapkan secara sadar oleh salah seorang “guru katholik” kalau di Lamakera ini dapat didirikan sekolah sekolah SLTP Islam, maka saya akan berjalan dengan kepala ke bawah. Bagi Abd Syukur dan warga Lamakera umunya pernyataan tersebut bagaikan cambuk yang memicu semangat gerakan untuk terus menjaga dan mendukung sekolah tersebut sampai berhasil.
Pada perkembangan lebih lanjut, sesuai dengan tuntutan problematik, dan menyadari pentingnya kebutuhan tenaga guru untuk kelanjutan pencerdasan umat, atas`persetujuan bersama SMI pun dirubah menjadi Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) 4 thn. Setulus dengan prinsip komitmen kejuangan pendiri serta kuatnya kekuatan dukungan masarakat terhadap eksistensi PGAP 4 th ini, semua halngan dan rintangan berujung dengan kesuksesan sekolah ini yang sanggup melahirkan tamatan dsan tamatan.
Gerakan angkatan pertama PGAP Thn yang tamat thn 1957, bagaikan mateor menembus perkampungan Islam di kawasan pedalaman P. Solor, P. Adonara dan P. Lembata yang masih terisolir. Daerah daerah kepulauan di kawasan timur ini, bagaikan hutan belukar. Belum ada sarana transportasi dan komunikasi baik laut maupun darat. Kalaupun ada hanya milik yayasan katolik juga sangat langka kehadirannya. Mereka mengemban tugas sebagai guru dan mubaligh, mengajar sekaligus berdakwah. Mereka membuka Madrasah Diniyah Islamiyah guna mengajarkan ajaran agama islam, atau menjadi guru agama pada Sekolah Rakyat. Melalui pendidikan dan dakwah mereka mencerdaskan anak anak bangsa, memetamorfosa kondisi kejumudan umat, membebaskan umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan penindasan. Ditangan para guru guru yang sekaligus mubaligh ini terdapat secercah harapan umat untuk menatap masa depan. Masa depan kesetaraan umat manusia, tanpa penindasan dan diskriminasi.  
Bersama sejumlah tokoh Islam di Ende thn 1956, Abd Syukur mendirikan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah. Yayasan ini mempunyai fungsi dan peran strategis, untuk menaungi sekolah islam, mempersiapkan kader kader yang kelak memperbesar dan memperkuat posisi umat islam di masa depan. Kehadiran Yayasan Tarbiyatul Islamiyah, memperkuat visi dan misi Abdu Syukur untuk mengembangkan PGA 6 th (Pendidikan Guru Agama) di Ende dan di Kupang thn  1958 dan PGA-PGA di berbagai tempat yang lain. Kedua PGA 6 thn yang tertua di NTT ini, kemudian dinegerikan oleh pemerintah menjadi PGAN. Belakangan ini baik di Ende dan di Kupang, kedua PGAN tersebut telah berubah pula menjadi MAN dan MtsN. Selain itu Abd Syukur juga mengirim kader kader terbaik yang tamatan  PGAP 4 Thn Lamakera dan Waiwerang melanjutkan ke PGAN 6 Thn Mataram dan Malang. Juga melakukan kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, untuk mendatangkan para guru agama Islam.
Sebagai pemikir dan arsitektur umat, Abd Syukur memadukan Gerakan Pendidikan dan Dakwah sebagai Grand Strategic, yang akan mengimbangi diskriminasi kebijakan oleh Belanda hitam di zaman kemerdekaan. Abd Syukur tidak menjawab tantangan dengan kecurigaan maupun sikap pesimisme apalgi apatis. Melainkan dengan optimisme ia merintis dan mendirikan sekolah untuk mendidik cikal bakal pendidik dan muballigh. Ikhtiar ini bagaikan ia menanam kayu jati yang akan dipanen pada 20 - 25 thn mendatang. Dan pilihan ini ternyata melahirkan peta baru, tentang sebuah potret social umat, yang terkonstruksi melalui kekuatan penalaran yang sangat dahsat dan menjadi bingkai dasar bagi kebangkitan peradaban Islam di Flores dan NTT. Kader kader yang dihasilkan melalui karya edukatif Abdu syukur, saat ini melesat bagai anak panah peradaban yang menembus pelosok pelosok NTT. Mereka memiliki watak dan karakter pengkhidmatan serta militansi perjuangan yang cukup teruji, sehingga mereka secara suka rela mengemban misi Pendidikan dan Dakwah di berbagai tempat yang terisolir, seperti pedalaman Manggarai, Bajawa, Ende, Shikka, Flores Timur, Lembata, Alor, Waingapu dan  Timor.  
4.      Generasi Kedua Abd Syukur ID
Penulis ingin menunjukan beberapa nama pelaku pendidikan dan dakwah, kader angkatan pertama yang dihasilkan Abd Syukur ID. Pertama, H. Mahmud EK (alm 2011) selain kepala Dinas Pendidikan Agama Islam Kabupaten Ende beliau juga ketua Front Dakwah Ismiyah. Mahmud EK juga mendirikan MTs dan MA Tarbiyah di Ende. Di luar tugas itu dia memperkarsai les agama Islam untuk siswa siswi SLTP - SLTA se kota Ende yang berpusat di kompleks Yayasan Tarbiyah Ende. Salah satu karya monumentalnya ialah mendirikan Pondok Pesantren Modern Salafiyah Ende Flores sekaligus sebagai pimpinan Pondok sampai akhir hayatnya (2011). Di tengah tengah kesibukaannya pak mahmud Juga membina beberapa MI dan melakukan kegiatan dakwa pembinaan umat di lingkungan kota Ende dan sekitarnya.

Kedua, HM. Hasan KS (alm 2007), menjawab kegelapan dan kegelisahan politik, krisis aqidah islam masyarakat Lewohayong  Solor Timur NTT pasca G. 30 S. PKI. Selain menjalankan tugas pokoknya sebagai Guru Agama Islam SDN Lewohayong, Pak Hasan pada thn 1969 bersama masyarakat setempat merintis dan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Suwasta (MIS) Tarbiyah Lowohayong, MIS Tarbiyah Lewogeka, MDI (Madrasah Diniyah Islamiyah Menanga) yang menjadi emberio MIS Tarbiyah Menanga sekarang, dan menyusul PGAP 4 thn Tarbiyah Lewohayong pada thn 1970. Pak Hasan juga sekaligus dipercayakan menjadi kepala sekolah pertama pada ke empat sekolah tersebut. PGAP 4 thn dan MIS Lohayong sudah dinegerikan oleh pemerinth menjadi MTsN dan MIN. Insiatif menghadirkan sekolah sekolah agama seperti MIS dan PGAP pada akhir 1969 merupakan karya spektakular dan terobosan solutif yang dapat memulihkan kondisi trauma politik utopis, meningkatkan konfidensi moral dan maratabat kemanusiaan pasca G30S PKI.    
Ustadz Mahmud EK dan guru Hasan (sapaan yang lazim digunakan oleh murid murid mereka), keduanya tidak sekedar pengajar yang memindahkan ilmu dari buku ke kepala siswa. Tetapi keduanya adalah guru dan pendidik, yang mengorganisasikan energy keguruan mereka dalam menggeluti tugas pendidikan untuk membentuk kualitas anak bangsa. Kedua kader Pak Syukur ini nampak sederhana, sahaja, istiqomah, tetapi di dalam jiwa mereka tertanam watak radikalisme perjuangan untuk memertabatkan umat. Keduanya mendararmabaktikan hidup untuk pengkhidmatan pendidikan meski mereka menghadapi halangan dan tantangan yang berliku liku. Mereka melakukan pendampingan secara intensif terhadap setiap kegiatan intra dan ekstra kurikuler, seperti latihan dakwa, shalat lima waktu berjamaah, shalat tahajjut. Karena disinilah rahasia keberhasilan dalam pembentukan watak dan karakter pemimpin di masa depan. Dimana mereka menggumuli dan menggeluti  pendidikan dengan karakter dan akhlak sebagai pendidik Islam.
Ketiga, M. Jakfar Nuruddin, setelah menamatkan PGAP 4 thn Lamakera, ia melanjutkan ke PGAN Mataram. Usai tamat dari Mataram beliau mengkhidmatkan diri sebagai Kepala Sekolah PGAN 6 Kupang, kemudian diangkat menjadi staff Kanwil Dep Agama NTT Di masa pensiunnya ia tetap aktif membina umat melalui MUI NTT dan menjadi salah satu pengurus Masjid Raya Nurusyaadah Kupang. Beliau adalah salah satu kader Abd Syukur sampai saat masih bergiat ditengah tengah umat.
Keempat, Beberapa kader lain yang sementara ini masih aktif dengah masyarakat misalnya Nurdin Abubakar Sinagula, M. Saleh DM, Ridwan Pedang, Mahlin Rahim, M. Doni Amir, Salim Silang, Abdul Fatah Ahmad, sementara ini meski sudah pensiun tetapi tenaga mereka tetap penting bagi umat. Inilah contoh kader kader yang dibina dan didik Pak Syukur yang memiliki komitmen yang kuat untuk berkiprah membangun umat melalui wadah pendidikan dan dakwah.
Generasi Ketiga, Tonggak Baru Peradaban
Mengutip ungkapan filosof Islam dari anak benoa Hindustan, Pendiri Pakistan, Dr. Muhammad Iqbal: “Tak ada tempat di jalan ini bagi orang orang berhenti, sikap lamban berarti mati, mereka yang bergerak adalah mereka yang maju ke muka, dan mereka yang menunggu walau sejenak, pastilah tergilas“ Karena itu berbuat masa kini lebih baik dari pada tidak berbuat apa apa, karena generasi demi generasi menanti estafeta perjuangan yang harus ditunaikannya, sedangkan kita tidak boleh menyerahkan racun dalam bentuk apa saja kepada generasi mendatang.
Ungkapan Dr. M. Iqbal ini seakan menggelitik sanubari anak anak ideologis Generasi Ketiga Abd Syukur. Nampaknya mereka sangat menyadari bahwa tugas peradaban belum selesai. Abd Syukur boleh mati, tapi pemikiran dan karya peradabannya tidak boleh lenyap seiring dengan kematiannya. Tugas dan tanggung jawab peradaban islam di masa depan menantang unuk dijawab oleh generasi berikutnya sesuai dengan tantangan persoalannya. Pak Syukur telah sukses melahirkan tenaga guru, dai dan birokrat, tapi ahli ahli pikir tentang masa depan, ahli ahli keislaman di bidang sains, falsafah, teknologi, theology maupun ahli perencanaan masa depan, serta profesional dengan berbagai disiplin keilmuan dalam kebutuhan siklus zaman, dapat dihitung dengan jari atau mungkin juga belum ada.
Karena itu muncul pemikiran generasi ketiga Abd Syukur, generasi yang memiliki visi dan komitmen yang jelas untuk melanjutkan tonggak estafet gerakan peradaban yang dibutuhkan oleh zamannya. Kesuksesan gerakan suatu peradaban tidak berangkat dari ruang kosong, melainkan berakar pada tradisi tardisi dan institusi institusi gerakan yang pernah ada. Gerakan generasi ketiga ini bermaksud mencari mata rantai peradaban yang hilang dan sekaligus  menyambung kembali Tonggak Peradaban Islam yang pernah tumbuh di Menanga beberapa abad silam. Yaitu Peradaban yang mengangkat kehormatan social umat, membebaskan umat dari penindasan politik dan kebudayaan, menghilangkan disparitas social dalam beragama dan berbudaya, mendekonstruksi keterbelakangana maupun keterpurukan akhlak dengan menguasai pilar pilar peradaban islam. 
Diantara 3 karya peradaban yang menjadi gagasan generasi ketiga Abdu Sykur ialah: membangun Menara sebagai mercusuar siar Islam, menunjukan ketinggian cita cita merahi kejayaan umat, mendirikan maadrasah Aliyah Plus lamakera, Pondok Pesantren Madinatunnajah kesultanan Menanga. Ketiga upaya ini bagaikan epicentrum kebangkiatan peradaban Islam Lamaholot NTT. Selain itu generasi ketiga juga menyiapkan biografi Abd Syukur.
  
Melalui Yayasan Tarbiyahtul Islamiyah dengan sejumlah sekolah PGAP dan PGA 6Th , termasuk sekolah yang didirikan oleh kader kadernya di seluruh NTT, Abd Syukur berhasil memetamorfosa ribuan anak anak muslim menjadi energi perubahan di tengah tengah problema inferioritas, apatisme, kejumudan dan fanatisme yang merajalela di berbagai perkampungan Islam NTT. Dengan langkah ini pula Pak syukur telah membangun optimism umat Islam memandang perubahan masa depan, membebaskan umat islam dari kebodohan dan keterbelaknagan social serta sikap kebencian terhadap golongan lain karena perbedaan agama.
Berdasarkan karya karya tersebut, Abd Syukur berhasil meletakan infra stsruktur Peradaban Islam di NTT. Ratusan lembaga pendidikan Islam baik di tingkat MI, MTS MA di NTT atau di ditempat lain, didirikan oleh kader kader peradaban Abd Syukur, adalah karya peradaban yang dirintisnya sejak penjajahan Jepang. Prestasi ini merupakan fakta yang menunjukan betapa pengaruh ketokohan Abd Syukur terdepan dan tak tergantikan. Dengan mempertimbangkan keberhasilan karya dan prestasi yang dicapainya, Abd Syukur pantas mendapat gelaran sebagai inspirator, arsitektur sekaligus Ideolog Peradaban Islam NTT .
5.      Kegiatan Politik
Sebagai tokoh pergerakan, diujung perjuangan Abd Syukur memilih jalan politik untuk memperjuangkan kepentingan umat. Beliaupun memilih PPP (Partai Persatuan Pembangaunan) sebagai salah satu jalur untuk memperjuangkan aspirasi politik umat Islam yang diwakili. Dan dalam proses perjuangan ini ia mendapat kepercayaan spektakular rakyat pemilihnya untuk menjadi anggota DPRD I NTT.
6.      Masalah Teraktual
Setelah ketiadaan Abd Syukur, masyarakat mengalami disorientasi kepemimpinan, kefakuman pergerakan, bahkan kehilangan keteladanan. Generasi ketiga dari Abd syukur berserakan di berbagai tempat tanpa terkonsolidasi. Masing masing bergerak menurut enggel dan iramanya sendiri. Bagi kelompok tradisionalis posisi penting Abd Syukur tak tergantikan oleh siapapun, sementara proses perubahan terus berjalan dan membutuhkan kepemimpinan social baru. Oleh karena itu diperlukan insiatif untuk menulis kembali tapak tapak perjuangan karya peradaban yang dihasilkan Abd Syukur masa lalu. Inisiatif ini penting agar generasi kedepan memiliki keteladanan, memiliki panduan.  Abd Syukur adalah tokoh pemandu zaman yang perlu diwarisi semangat dan cita cita perjuangannya.
C.    Ruang Lingkup Penulisan:
Penulisan Biografi  Abd Syukur ini melingkupi beberapa aspek:
1.      Faktor lingkungan Lamakera, Solor Watan Lema , NTT
2.      Pengaruh Ketokohan ayahandanya HM Ibrahim Tuan Dasi
3.      Pemikiran di bidang Pendidikan
4.      Pemikiran di bidang Dakwah
5.      Pemikiran di Bidang Politik
6.      Pemikiran di bidang hubungan antar agama
7.      Menejemen strategic dalam pelaksanaan Pemikiran dan Cita citanya
8.      Pola hubungan dan system komunikasi Abd Syukur dengan masyarakat dan tokoh tokoh Pergerakan Islam, Nasionalis dan lintas agama.
9.      Kehidupan dan keluarga
10.  Figur Abd Syukur dimata keluarga, muurid, kawan seperjuaangan 
D.    Metodologi Penulisan:
Untuk menulis karya tokoh besar ini tidak gampang, selain tidak banyak bahan tersedia, juga kita jarang menemukan publikasi ilmiyah tentang tokoh yang penting ini. Untuk itu karja ini diawali dengan melakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1.      Mengumpulkan karya akedemik baik berupa skripsi yang ditulis para mahasiswa yang berkaitan dengan Tarbiyah Islamiyah, PGAP 4 thn Lamakera, sejarah gerakan Islamisasi di NTT.
2.      Tulisan lepas belaiu diberbagai tempat, apakah bersifat khutbah, surat surat untuk para murid dan kader kader kepercayaannya.
3.      Melakaukan wawancara dan diskusi (FGD) dengan para kader, tokoh, kawan kawan perjuangannya di Lamakera, Ende, Alor, Kupang.
4.      Melakukan seminar pendahuluan untuk eksplorasi ruang lingkup gerakan Abd Syukur dalam bidang Pendidikan, Dakwah, Politik dan Hubungan antar Agama.
5.      Transkrip data hasil wawancara
6.      Mengelola, analisis dan penulisan dengan data data yang telah tersedia
7.      Editing dan penselarasan.   
E.     Komponen Pembiayaan:
1.      Alat rekaman dan sejumlah kaset
2.      Transportasi Jakarta, Kupang, Flotim, Ende, Alor
3.      Penginapan dan Tranportasi local
4.      Foto copy bahan Skrispsi, surat, makalah catatan catatan lain
5.       Konsumsi untuk wawancara dalam bentuk FGD
6.      Transkripsi data
7.      Pengelolaan analisis data (Penulisan)
8.      Editing dan penselarasan.
Jakarta 27 Desember 2011
Tim Penulis:
HM Ali Taher Parasiong
MHR. Shikka Songge
Hassan M. Noer


Komentar

Anonim mengatakan…
Sila perbanyakkan gambar-gambar di seluruh kampung Lamakera kerana saya orang lamakera yang tinggal di Malaysia
Anonim mengatakan…
siiiip....
tunas muda lamakera mengatakan…
oke. . . pasti. . .

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pengalaman Nusantara Sehat

LAMAKERA