Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Baleo

Gambar
                                            Pelabuhan Waijarang, Lembata, NTT. Baleo. .  Baleo. . Semua orang di bibir pantai itu ramai-ramai serentak berteriak lalu terus bersahut mengalir berdengung di setiap telinga yang mendengar dan kembali berteriak lagi, hingga warga sekampung seketika memenuhi pantai. Teriakan itu semakin riuh dengan jari-jari telunjuk mengarah ke tengah lautan sawu. Baleo. . Baleo. . Segerombol paus sedang asik meliuk diatas udara lalu menerkam ke dalam samudera. Hingga hanya semburan air yang tersisa di atas udara. Mungkin itu Sebabnya orang-orang di bibir pantai sana terus berteriak dan menunjuk-nunjuk. Baleo. . Baleo. . Suara itu seketika hening. Seiring dengan tibanya pastor dan tokoh-tokoh adat di pantai itu. Di atas bale-bale beratap dedaunan rumbia kering, setiap bibir mulai basah dalam lumat-lumat do’a. Setiap orang mulai mengakhiri do’a di butir-butir terakhir kalung rosario. Dan inilah ritual sebelum penangkapan paus. Baleo. . Baleo.

Sampai di Persimpangan Jalan

Gambar
Tepat tiga tahun sudah dari biru topi PPSM dan berganti toga dengan tali penyematan, seperti baru saja bangun dari mimpi semalam, dengan mata pagi yang masih saja sayup, mata yang masih samar menatap sekeliling, sudah terpampang kombinasi empat abjad menggandeng nama kami begitu saja, empat senti, kira-kira empat senti meter lebih panjang nama kami sekarang, dan arena pun berganti, bukan lagi mimpi di atas samsat yang setiap hari tinju kepal tangan kami mendarat. Tepat tiga tahun sudah dari ceria sorak nyanyi di tengah PPSM dan hari ini menjadi bait sumpah serapah penuh debar, tiga tahun enam semester dan kamipun sampai di persimpangan jalan. Farmasi, mungkin ini sudah jalan kami, siapa yang mengira anak-anak yang dulu di usia lima tahun benci dengan pahit puyer obat, kini mereka sendiri yang meracik serbuk pahit itu, mungkin sedikit jenaka jika ditelusur akal. Jauh masih dalam tiga tahun putih abu dulu, hanya sekali dua kali mungkin mendengar kata farmasi, dahulu besar keinginan u

Berteduh

Gambar
Pak Hasan namanya, masih ingat betul nama itu, seperti nama teman saya di bangku Madrasah Tsanawiyah dulu, nama lelaki tua yang duduk di ujung trotoar sambil menyulam benang disetiap mulut sepatu yang sedang menganga. Senin hari itu, hari di pertengahan bulan februari, dan jarum pendek di jam tanganku menunjuk ke arah jam dua siang, sejam lagi jadwal shift kerjaku dan sekarang saya sudah di pertengahan jalan, sedang langit hitam agak kelabu waktu itu, akhirnya gerimis menghentikan ku di depan gereja tua, semua pengendara hiruk pikuk menepi mencari tempat berteduh, pun saya seorang diri terperangkap di lapak sol sepatu milik pak Hasan. "Permisi pak numpang berteduh e" "Silahkan mas, duduk aja".  memindahkan tumpukan sepatu dan sandal di atas bangku kayu miliknya, lalu menyodorkannya kepdaku, "Silahkan duduk mas" "terima kasih pak". Sudah basah mas?" Sedikit kena gerimis tadi" Hening, dan hujan semakin berderuh. "Tingga

Anak Timur Tenggara

Gambar
Kami anak timur tenggara, Kami generasi yang lahir dari rahim bumi nusa cendana, wanginya yang pernah berkelana hingga semenanjung eropa, kini sudah seperti cerita dongeng saja, batang pohonnya banyak hilang dikuras portugis dan mener belanda, yang pernah menjadi rival di tengah pribumi Flobamora, wangi cendana itu kini coba kami pupuk kembali dalam setiap anakan yang masih setinggi terna, semoga bisa kembali seperti dulu. Kami anak timur tenggara, di pekarangan kupang, kami pemuda Flobamora sering berkumpul, menjadi mahasiswa, merajut asa, mengasah tajam mimpi yang masih saja tumpul, sering kami bangun dari mimpi tidur panjang malam, dan kembali bangun di sepetak kamar kos-kosan, saling bertukar cerita seperti burung pagi hari sedang bersahut siul, cerita tentang kampung dan halaman juga keluarga, tentang bapaknya yang nelayan yang menebar pukat di lautan hingga bapaknya yang petani jagung yang sering memikul pacul. Dengan ditemani kopi hangat, juga selipan rokok di celah jari dan di

Saya pada Buya Hamka

Gambar
Adalah dia putra dari ranah minang, yang di hari-hari kecilnya ia kerap di sapa Malik, kini sudah di nobatkan menjadi pahlawan nasional tepat lima tahun lalu, pada november tahun 2011, mungkin banyak dari kita yang belum mengenalnya, ia adalah salah satu tokoh terkemuka muhammadiyah, itulah mengapa ia lebih familiar di telinga kader-kader muhammadiyah. Sayapun baru mengenalnya dari buku yang sempat saya beli di pusat toko pust di pinggiran jalan malioboro kota jogjakarta, buku yang saya beli hanya karena tertarik pada desain sampul yang indah, mungkin amat terlalu polos bagi saya yang baru menggeluti dunia membaca, mungkin saat itu saya juga belum pernah mendengar semboyan "dont judge the book by its cover", buku yang saya beli karena tertarik pada keindahan sampul itu ternyata adalah sebuah novel biografi, yang  bercerita tentang perjalanan hidup buya hamka, mungkin terdengar polos, tapi itulah awal saya mulai mengenal sosoknya, adalah karya tangan akmal nasery basral seoran

Hujan di Langit Borobudur

Gambar
Kalau bukan karena praktek lapangan akhir april dua ribu lima belas lalu, mungkin aku tak pernah sampai di tempat ini, perjalanan sepuluh hari empat kota, menjelajahi Jawa, perjalanan yang mungkin sudah sedikit usang dalam memori, dari kota pahlawan surabaya, malang, semarang, hingga kota budaya jogjakarta. kalau bukan karena perjalanan sepuluh hari itu, mungkin aku juga tak pernah berpose indah di tempat ini. Lawatan ke borobudur, ketika separuh perjalanan telah ditapaki, dari semarang dan akan berlanjut ke jogjakarta, perjalanan setelah kunjungan ke sidomuncul, penat gendang telinga mendengar bising suara mesin pabrik, dan sampai di kota magelang, kota militer, kota sejuta bunga, kota persinggahan sejenak melepas penat, persinggahan untuk melihat maha karya dunia, monumen tua yang sudah agak rapuh, tergambar panjangnya usia dengan penuh cerita. Kira-kira tepat pukul 3 sore waktu magelang, dan prayogo, bis rombongan kami tiba di pelataran parkir borobudur, sore yang tak terlalu te

Anak yang Hilang

Gambar
Minggu siang saya mengunjungi teman saya di kos-kosan, seperti biasa disana sudah ada beberapa teman lain duduk bersama menikmati kopi hitam sambil bercerita, sebagian besar mereka adalah anak-anak yang lahir di tanah flores, dan merantau ke kota kupang untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. saya tiba memarkirkan tunggangan di depan kosan, ternyata mereka sedang asik bercerita tentang rencana pemekaran provinsi Flores, sambil berusul pendapat di kabupaten manakah yang lebih tepat menjadi ibu kota, masing masing mempromosikan asal daerahnya. Bajawa, Ende, Ruteng, hingga Labuan Bajo, sederetan nama kota di pulau flores yang ada di daftar teratas pembicaraan, bahkan larantuka, kabupaten flores timur yang adalah asal daerah sayapun tak masuk dalam nominasi, saya yang baru sampai mengambil tempat meneguk sedikit kopi hangat yang dihidangkan tak banyak menyambung bicara, hanya mendengarkan dan mebgikuti alurnya. Pembicaraan siang itu memang sudah seperti sidang paripurna yang ha

Mota Ain

Gambar
Jembatan Mota Ain, Kota Atambua, Kab. Belu, NTT. Secercah cerita perjalanan ke Mota Ain Mota Ain, Kota Atambua, Kabupaten Belu, jembatan prbatasan RI & RDTL.                      Suatu saat kau harus ke tempat ini teman, keluar menjelajahi nusantara , memberi jejak-jejak langkah di tanah ini, menapaki jalan yang mungkin sedikit terjal, penuh semak belukar, perjalanan ini mungkin tak seindah pendakian menuju puncak mahameru, atau perjalan ke puncak bogor yang penuh dengan perkebunan teh dengan bunga-bunganya yang bermekaran di tepian jalan. Tanah ini tanah kering, gersang, , tak banyak gedung-gedung tinggi seperti di kota-kota metropolitan. Tanah ini tanah tandus, tak banyak pemandangan sawah yang akan kau dapati, tanah ini penuh karang, tidak subur seperti Jawa Dwipa. Mungkin kau takut. .                                        Tapi suatu saat kau harus ke tempat ini teman, mungkin tak banyak yang kau dapati untuk kau ceritakan pada sahabat, dan sanak keluarga