Saya pada Buya Hamka

Adalah dia putra dari ranah minang, yang di hari-hari kecilnya ia kerap di sapa Malik, kini sudah di nobatkan menjadi pahlawan nasional tepat lima tahun lalu, pada november tahun 2011, mungkin banyak dari kita yang belum mengenalnya, ia adalah salah satu tokoh terkemuka muhammadiyah, itulah mengapa ia lebih familiar di telinga kader-kader muhammadiyah. Sayapun baru mengenalnya dari buku yang sempat saya beli di pusat toko pust di pinggiran jalan malioboro kota jogjakarta, buku yang saya beli hanya karena tertarik pada desain sampul yang indah, mungkin amat terlalu polos bagi saya yang baru menggeluti dunia membaca, mungkin saat itu saya juga belum pernah mendengar semboyan "dont judge the book by its cover", buku yang saya beli karena tertarik pada keindahan sampul itu ternyata adalah sebuah novel biografi, yang  bercerita tentang perjalanan hidup buya hamka, mungkin terdengar polos, tapi itulah awal saya mulai mengenal sosoknya, adalah karya tangan akmal nasery basral seorang penulis fiksi ternama yang juga pernah bercerita tentang ketokohan Ahmad Dahlan dalam novel sang pencerah pada tahun 2010, tulisannya dalam bercerita tentang hamka memang dalam rangkaian kata-kata yang membuat kita sebagai pembaca tidak menjadi bosan, kita hanya akan hanyut dalam aliran ceritanya, novel biografi yang kemudian ia beri judul "tadarrus cinta buya pujangga", banyak bercerita tentang lika-liku kehidupan buya hamka, dari masa kanak-kanak sampai romantisme persahabatan bersama soekarno dan seterusnya, perjalanan hidup sang buya memang tidak terlalu berbeda dengan kita kebanyakan, hanya semangatnya yang istimewa, di masa remajanya ia yang sudah mulai berkelana ke mana-mana sampai ke tanah suci mekkah mungkin telah banyak memberikannya inspirasi, sehingga ia mulai gemar bercerita dalam setiap tulisan tangannya. buya hamka ia adalah salah satu dari banyak ulama ternama di indonesia, ia yang ulama masyhur sekaligus pujangga, membuatnya menjadi kombinasi yang unik di antara ulama-ulama besar, juga di antara sederetan nama penulis yang masyhur, itulah buya hamka pujangganya para ulama, dan ulamanya para pujangga, mungkin kata itu sedikit menggambarkan sosoknya. Buya hamka, haji abdul malik karim amrullah, yang kemudian di kenal dengan hamka, H.A.M.K.A menjadi tanda catatan pena dalam setiap akhir tulisannya yang populer, seperti dibawah lindungan ka'bah hingga tenggelamnya kapal van der wijk, yang beberapa tahun terakhir  versi filmnya sudah diangkat ke layar lebar, lalu apa itu buya? di tanah minangkabau buya adalah sebutan bagi seorang yang alim lagi taat terhadap agama, begitulah ketika malik mulai di kenal sebagai Buya Hamka. Sebagai pemuda yang hidup di zaman perjuangan menuju kemerdekaan sudah menjadi beban moral baginya untuk berhimpun dalam pergerakan, mungkin banyak tokoh yang telah menjadi inspiratornya dalam dunia pergerakan, seperti pertemuannya yang tidak disengaja dengan K.H. Agus Salim di tanah suci mekkah, hingga pernah berguru pada H.O.S. Tjokroaminoto dalam perkaderan syarikat islam saat merantau ke jogjakarta. Pun niatnya berhimpun dalam pergerakan tak sia-sia, tercatat ia pernah duduk di kursi pimpinan Masyumi, yang membuatnya sempat bersilang paham dengan sahabat lamanya soekarno, karena fitnah yang membabi buta hingga ia berakhir dalam jeruji besi dua tahun lamanya,  memang tragis setelah romantisme persahabatan yang begitu hangat, dilerai dengan paham politik yang bersebrangan. Persahabatan hangat Seperti yang di ceritakan dalam novel ini, pada bagian judul awal pertemuan dengan soekarno. Terkurung dalam penjara begitu lama memang sedikit pahit, Namun hal yang nampak tak sama sekali seperti yang nampak, karena jauh di lubuk hati, jiwa keduanya masih saja sama sahabat seperti dahulu, menjelang azalnya soekarno berwasiat meminta kesediaan hamka untuk menyolatkan jenazahnya, hamka menjadi imam sholat jenazah sang proklamator tanpa ada kebencian di matanya, tentang jeruji besi itu, ia malah dengan penuh terima kasih terhadap soekarno karena di dalam sana ia dapat menyelesaikan tulisan tafsir al azharnya, sosoknya memang tak seperti orang kebanyakan, hamka memang sang buya dengan keluasan hati. (FP).

fathurrahmanprakon.blogspot.com
#poetraprachonblog

Gambaran kehangatan pertemanan hamka dan soekarno tampak pada bagian judul "Awal pertemuan dengan soekarno" pada sepotong percakapan ini.

. . . . .  ( .."saya akan selalu mengingat dalam doa-doa saya nanti untuk mendoakan juga agar keinginan tuan soekarno untuk membimbing rakyat negeri ini Keluar dari penderitaan dan kemiskinan dapat terkabul"
Mata soekarno tampak berkaca-kaca mendengar harapan hangat yang di sampaikan secara tulus oleh hamka, sehingga diapun menjabat hamka dengan kehangatan seorang kakak terhadap adiknya " dinda hamka, sungguh merupakan kehormatan bagi saya untuk mendapatkan dukungan dan kepercayaan besar dari seorang alim seperti dinda, saya juga akan selalu berdoa kepada allah agar dinda hamka kelak menjadi suluh penerang bagi bangsa ini, menjadi cahaya bagi bangsa yang selama berabad-abad selalu hidup dalam nestapa ini, baik lewat karya-karya dinda sebagai pujangga maupun sebagai ulama" keduanya berpelukan diiringi tatapan mata penuh binar karim oei. . . . .). . .(tadarrus cinta buya pujangga : hal. 375). . . .

Pustaka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pengalaman Nusantara Sehat

Proposal Penelitian dan Penulisan Biografi Abd Syukur Ibrahim Dasi oleh ( Tim Penulis: HM Ali Taher Parasiong, MHR. Shikka Songge, Hassan M. Noer)

LAMAKERA