Berteduh


Pak Hasan namanya, masih ingat betul nama itu, seperti nama teman saya di bangku Madrasah Tsanawiyah dulu, nama lelaki tua yang duduk di ujung trotoar sambil menyulam benang disetiap mulut sepatu yang sedang menganga.

Senin hari itu, hari di pertengahan bulan februari, dan jarum pendek di jam tanganku menunjuk ke arah jam dua siang, sejam lagi jadwal shift kerjaku dan sekarang saya sudah di pertengahan jalan, sedang langit hitam agak kelabu waktu itu, akhirnya gerimis menghentikan ku di depan gereja tua, semua pengendara hiruk pikuk menepi mencari tempat berteduh, pun saya seorang diri terperangkap di lapak sol sepatu milik pak Hasan.

"Permisi pak numpang berteduh e"
"Silahkan mas, duduk aja".  memindahkan tumpukan sepatu dan sandal di atas bangku kayu miliknya, lalu menyodorkannya kepdaku,
"Silahkan duduk mas"
"terima kasih pak".
Sudah basah mas?"
Sedikit kena gerimis tadi"
Hening, dan hujan semakin berderuh.
"Tinggal di mana mas?" Pertanyaannya membuka pembicaraan di tengah hujan yang semakin deras,
"beta di namosain di kampung maleset",
Maleset? di situ kan semua org solor, berarti mas orang solor ya, ?"
aku mengangguk lalu ia sedikit senyum.
"Saya tinggalnya di kampung solor di belakang masjid al fatah tapi saya orang jawa tengah, solo asal saya mas, entah kenapa namanya kampung solor tapi yang tinggal semuanya pada orang jawa"
Kami tertawa
"Kalau mas dari solo kan, tinggal tambah satu huruf R sudah bisa jadi orang solor to mas" Ujung sepatu yang robek ikut tertawa.

Kupang masih terus diguyur rahmat alam, melepas dahaga kota, yang sudah hampir setahun lamanya di panggang di atas api kemarau, air-air terus mengalir mencari jalan sampai akhirnya ia berkubang di tempat yang rendah, doakan saja agar ia tak sesat apalagi menemui jalan buntu, sudah setengah jam lamanya dan hujan semakin meninggi, denyut nadinya bertambah deras, angin laut yang kencang terus memaksa membawanya meninggalkan daratan, hingga kami sedikit basah tersiram perciknya di dalam tudung terpal yang hanya semeter. setengah jam lamanya terus seperti itu sementara mataku terus siaga melihat jarum pendek di jam tanganku, sepertinya aku akan terlambat masuk kerja, angin laut telah membawa harapanku bersama beberapa titik hujan menjauhi daratan, dan hanya menyiasahkan kepasrahan di dalam fikiran.

Anak-anak kecil bertelanjang dada riak tertawa menikmati hujan di pinggiran trotoar, berlarian menendang kubangan air dan kembali bercanda, di halaman bekas kantor bupati lama segerombolan pemuda ribut berteriak merebut si kulit bundar entah kapan hujan akan berhenti dan injury time, pak Hasan kembali dengan pekerjaannya, sudah hampir sebagian bajunya basah namun tetap khusyuk menyulam mulut sepatu yang masih saja menganga, seperti halnya seorang mujahid sedang mendirikan sholat di tengah bombardir tentara israel kepada palestina.

Pak Hasan, ia mujahid, gempal tangannnya banyak bercerita tentang dia yang sudah bertahun-tahun menusuk jarum pada karet-karet sandal, kemudian sesekali darah segar mengalir dari jemarinya. Pak Hasan, ia penjahid, dari tangannya sepatu rusak kami dapat bertahan dan nyaman di setiap telapak kaki, dan langkah kaki kami terus melesat lancar mengejar mimpi.

Rumah-rumah belanda, sisa kejayaan benteng Concordia ikut kuyup dalam setiap titik hujan yang jatuh satu-satu, tepat di persimpangan jalan soekarno menuju jalan siliwangi, lapak pak Hasan setia berdiri, bersama mentari yang selalu setia menepati janji untuk terbit lagi. Di lapak ini ia terus menjaga mimpi anak-anaknya untuk bisa terus bersekolah, di lapak ini ia selalu menjaga pengharapan keluarga untuk bisa bertahan hidup, dari pagi hingga fajar di langit senja tersipu malu bersembunyi di ujung laut, dan di lapak ini pula saya masih termangu berteduh.

Matahari mulai berani menampakkan terik di balik awan mendung, mengusir pergi gemuruh deras rerintikan gerimis. Hujan pun reda seiring selesainya jahitan sepatu di tangan pak hasan, akhirnya saya pamit dan membawa satu cerita tentang pak Hasan si tukang sol sepatu di samping gereja tua, tepat di ujung trotoar.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pengalaman Nusantara Sehat

Proposal Penelitian dan Penulisan Biografi Abd Syukur Ibrahim Dasi oleh ( Tim Penulis: HM Ali Taher Parasiong, MHR. Shikka Songge, Hassan M. Noer)

LAMAKERA