Cerita Pengalaman Nusantara Sehat




CERITA PENGALAMAN NUSANTARA SEHAT BATCH 3 (2016-2018)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PUSKESMAS MAKKI, KABUPATEN LANNY JAYA, PROVINSI PAPUA
Minggu, 01 April 2018. Wamena. (Fathurrahman Dasi), Ke Litbang Kemenkes RI


   Riwayat pendidikan formal saya, baik dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi saya tekuni di Kota Kupang. Madrasah Ibtidaiyah Swasta Fathul Mubin Namosain, menjadi institusi pertama saya mulai menerima pendidikan Sekolah Dasar walaupun beberapa tahun sempat pindah Ke Pulau Rote karena alasan pekerjaan orang tua, namun akhirnya saat menginjak kelas 6 saya kembali pada sekolah yang sama di MI Fathul Mubin. Tahun 2006 saya melanjutkan sekolah menngah pertama ke Madrasah Tsanawiyah Negeri Kupang (MTsN) Kupang dan lulus di tahun 2009, melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas pada Madrasah Aliyah Negeri Kupang (MAN MODEL KUPANG), setelah menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 2012  saya langsung melanjutkan study ke perguruan tinggi, dan takdir membawa saya lulus di Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang, Jurusan yang sebenarnya tak diharapkan, berkat adaptasi semuanya terus mengalir begitu saja, akhirnya saya diwisuda pada september 2015 dengan IPK yang cukup memuaskan.

   Setelah Lulus dengan gelar Ahli Madya Farmasi yang tentunya mempunyai lahan kerja di bidang kesehatan khususnya obat-obatan, saya mencoba peruntungan mendaftarkan diri ke Apotek Kimia Farma, setelah melalui beberapa tahapan tes, saya di terima dengan kontrak percobaan pada 3 bulan pertama, Jika hasil asesmen kerja 3 bulan pertma dinilai baik maka akan dikontrak dalam beberapa tahun. Pekerjaan sebagai Asisten Apoteker saya tekuni di tempat ini, sebagai salah satu perusahaan benefit plat merah milik negara, dapat bekerja di sini adalah suatu kebanggaan bagi saya.

   Tahun 2015. Tahun dimana rezim pemrintahan Presiden Jokowi baru dimulai, Pak Jokowi datang dengan slogan revolusi mental. Bagi saya Jokowi adalah pemimpin yang datang dari rakyat dan kehadirannya benar-benar untuk rakyat itu sendiri, dengan semangat nawacitanya beliau ingin bahwa setiap pembangunan harus dimulai dari luar, dari pinggiran, daerah-daerah perifer indonesia, agar kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya dapat juga ikut dirasakan rakyat di perbatasan Indonesia. Pembangunan infrastruktur pun gencar dilakukan di daerah-daerah tertinggal, begitupun pembangunan dalam bidang Kesehatan.

   Program Nusantara Sehat yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2015 adalah salah satu program yang mewakili asas nawa cita Jokowi. Fokus program ini adalah menyalurkan tenaga-tenaga kesehatan muda ke daerah-daerah perbatasan, tertinggal dan bermasalah kesehatan demi pemerataan jumlah tenaga kesehatan, tentunya juga dengan kualitas keterampilan yang mumpuni. Fokus kerja Nusantara Sehat yakni pada langkah promotif dan preventif dalam wujud promosi kesehatan, sangat cocok bagi anak muda yang masih menggelora semangatnya untuk membangun negeri. Berbeda dengan program Pegawai Tidak Tetap (PTT), Bidan Desa, dan program kesehatan lainnya yang pernah ada. Jika dahulu tenaga kesehatan disalurkan secara individu, perorangan, maka Nusantara Sehat menawarkan Inovasi kolaborasi tenaga kesehatan muda dari berbagai cabang profosi kesehatan yang dikemas dalam 1 paket Team Based Nusantara Sehat. Dari Dokter, Perawat, Bidan, Farmasi, Gizi hingga tenaga Kesehatan Lingkungan, Anak-anak muda Indonesia yang yang lulus dari berbagai Institusi Perguruan Tinggi di Nusantara. Bagi saya pribadi Nusantara sehat hadir bukan hanya sebagai wujud pemerataan pelayanan kesehatan di Indonesia akan tetapi lebih dari pada itu. Program ini secara tidak langsung sudah menumbuhkan rasa nasionalisme yang besar di dada generasi muda Indonesia, kita akan semakin mencintai negara ini dengan segala kekayaan dan keragamannya. Bertemu dengan dengan seluruh teman-teman dari berbagai daerah dengan kultur budaya yang berbeda-beda, dibina dengan semangat patriotisme militer 2 bulan lamanya, kemudian ditempatkan di belahan bumi nusantara yang sebelumnya tak pernah kita sangka-sangka, melebur dengan masyarakat dan kebudayaannya di sana. Dengan mengikuti Nusantara Sehat kita dapat melihat Indonesia lebih dekat, keindahannya sekaligus berbagai realita dan permasalahan rakyat yang begitu kompleks, dalam hal ini program Nusantara Sehat hanya akan bisa memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan kesehatan. harapan saya agar model program seperti Nusantara Sehat dapat diterapkan dalam berbagai bidang pembangunan lainnya.

  Program Nusantara sehat pertama kali di sosialisasikan pada pertengahan tahun 2015, dimana saya sedang sibuk-sibuknya mengurus segala urusan penulisan Karya Tulis Ilmiah sebagai persyaratan kelulusan Perguruan Tinggi. Pada pembukaan pendaftaran angkatan pertama tak banyak yang diterima, namun dari seleksi yang dilakukan secara nasional ini dari sekian ribu yang mendaftar, ada satu senior saya yang namanya ikut terdaftar sebagai peserta yang lulus, beliau mengikuti pembekalan di Jakarta dan pada akhirnya dilepas langsung oleh  presiden Jokowi sebelum ke tempat penugasan, suatu kebanggaan bisa bertemu bapak presiden, menerima langsung mandat penugasan dari beliau. Dimanapun di tempatkan, kita punya dorongan moral yang besar untuk melayani, mnejalankan tugas negara yang langsung dimandatkan presiden, apalagi di daerah tertinggal dimana masih kurangnya tenaga SDM kesehatan, kita lebih bisa mengambil peran untuk langsung belajar, ruang untuk mengembangkan diri terbuka lebar. Ini jadi salah satu motivasi bagi kami para junior di kampus.

Pembukaan Pendaftaran Nusantara Sehat angkatan ke 2 dibuka sekitar bulan Agustus ke September 2015. Waktu dimana segala rangkaian agenda pelaksanaan tugas akhir telah ditunaikan, Dari ujian proposal karya tulis, penelitian, hingga pengujian hasil karya tulis ilmiah, semua sudah dilaksanakan. Saat itu hanya tinggal menunggu datangnya hari wisuda, acara seremonial penyematan toga, tanda kelulusan dari institusi. Saya dan beberapa teman coba ikut mendaftar program Nusantara Sehat secara online walaupun belum resmi diwisuda, namun kami sudah mengantongi surat tanda kelulusan sebagai modal. Pada seleksi tahap pertama yang berkaitan dengan kelengkapan administrasi saya dinyatakan lulus, dan boleh melanjutkan ke tahapan berikutnya yaitu tes wawancara, psikotes, serta focus group discussion (FGD) yang dilaksanakan di Denpasar, Bali, untuk wilayah regional Nusa dua Bali. Saya siap untuk mengikuti tes selanjutnya, namun terkendala masalah biaya transportasi dan akomodasi ke Denpasar, diterima ataupun tidak, pihak panitia tidak akan mengganti biaya-biaya tersebut, akhirnya terpaksa harus mengubur mimpi untuk bergabung bersama Nusantara Sehat.

Setelah diwisuda, saya bekerja di Apotek Kimia Farma dengan status 3 bulan masa kontrak percobaan. Di tengah masa kontrak itu, kesempatan itu datang lagi, Pendaftaran Nusantara Sehat angkatan ke 3 kembali dibuka, saya ikut mendaftar, langkah mengundurkan diri dari pekerjaan harus dilakukan, karena sudah keluar dari koridor aturan kontrak kerja. Nama saya kembali keluar sebagai peserta yang lulus Program Nusantara Sehat. Tekad saya bulat untuk harus mengikuti tahapan tes selanjutnya, kesempatan ini tidak boleh lagi disia-siakan, walau tak ada kenalan atau kerabat di Kota Denpasar. Dengan modal gaji 2 bulan kerja saya ikut berangkat ke Denpasar bersama beberapa senior di kampus yang juga lulus dalam tes pendaftaran tahap pertama, jadwal tes kami terbagi dalam hari yang berbeda, dalam hal in saya sangat berterimakasih kepada senior-senior yang telah ikut menampung saya di rumah kerabat di Kota Denpasar. Ini sedikit mengurangi beban biaya akomodasi.

Kembali ke Kupang, lebih dari 1 bulan menunggu cukup lama waktu pengumuman kelulusan. Saya kembali bekerja disalah satu klinik suasta di Kota Kupang, demi mengisi waktu tunggu pengumuman kelulusan, juga sebagai alternatif pekerjaan jika ternyata dikatakan tidak lulus Nusantara Sehat. Bulan April 2016, nama saya tercatat di halaman website pengumuman kelulusan Nusantara Sehat. Rasa bahagia tak terkira. Singkat cerita saya berangkat ke Jakarta seorang diri untuk mengikuti kegiatan pembekalan. Pusat Pendidikan Kesehatan (PUSDIKKES) Keramat Jati, Jakarta Timur menjadi tempat dimana fisiik dan mental kami benar-benar di tempa dengan aturan-aturan militer. Pelatihan Dasar Bela Negara (Latsar Bela Negara) yang langsung di bina oleh Tentara Nasional Indonesia. Hal tentang kedisiplinan sangat ditekankan, semunya diaitur, dari mandi, tidur, hingga makan, berjalan dalam barisan yang rapi, serta kebersihan lingkungan. Agenda pembekalan setiap harinya dimulai dari jam 3 pagi diawaali dengan senam, sholat subuh, apel pagi, dilanjutkan penerimaan materi-materi kesehatan dan kebangsaan, hingga diakhiri apel di tengah jam 11 malam. Ini terus berlangsung terus setiap harinya sampai hampir 2 bulan lamanya. Inilah yang saya katakan benar-benar menumbuhkan semangat patrotisme di kalangan peserta.


   Team Based Nusantara Sehat melibatkan kolaborasi beberapa tenaga kesehatan dengan bidang keilmuan kesehatan yang berbeda-beda. Di tengah masa pembekalan dan pembinaan oleh panitia, kami kemudian dibagi menjadi kelompok-kelompok atau Tim, setiap Tim terdiri dari 5 sampai 6 orang dengan masing-masing profesi kesehatan yang berbeda. Dari hasil pengelompokan terbentuklah 38 tim yang siap di tempatkan di 38 Puskesmas yang tersebar di berbagai daerah perbatasan, tertinggal, dan bermasalah kesehatan di Indonesia. Tim saya terdiri 5 orang personel tenaga kesehatan, yang pertama saya sendiri sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian daerah asal Kupang-NTT, Perawat daerah asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Tenaga Gizi daerah asal Madiun-Jawa Timur, Tenaga Bidan daerah asal Bengkulu, serta 1 orang tenaga Kesehatan Lingkuna daerah asal Kupang-NTT. 2 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Dari semua lokus penempatan yang ada, tempat penugasan kami adalah satu-satunya daerah yang berstatus wilayah konflik, daerah merah.

     Saya bersama teman-teman satu tim mendapatkan tempat penugasan di Disterik Makki, Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua. Tepatnya lokasi ini berada di sekitaran wilayah pegunungan tengah Papua dengan topografi gunung-gunung, lembah, sungai dan hutan. Pegunungan tengah Papua merupakan salah satu tempat markas besar Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata Organisasi Papua Merdeka (KKSB-OPM).Tempat dengan topografi gunung dan hutan memang menjadi tempat empuk bagi kelompok ini bergerilya memperjuangkan keinginan politiknya atas Indonesia. Wajar dalam pemberitaan diwilayah ini sering terjadi penembakan, bukan saja para anggota militer yang menjadi target, warga sipilpun tak sedikit yang menjadi korban. Baru-baru inipun masih hangat dalam pemberitaan tentang penganiayaan Berny Fellery Kunu oleh KKSB OPM hingga tewas. Padahal pemuda asal Manado ini adalah seorang pelayan kesehatan, misionaris muda dari lembaga pelayanan gereja Advent yang di tugaskan di Kabupaten Pegunungan Bintang, salah satu kabupaten di sekitaran wilayah pegunungan tengah Papua, beliau diasangkakan sebagai mata-mata yang menggali informasi intelejen ke pedalaman Papua. Kejadian seperti ini bukan baru terjadi hari ini, pemberitaan seperti ini sudah ada sejak dahulu, daerah ini berstatus daerah merah rawan konflik.

  Tantangan kami bukan saja tentang keterbatasan akses informasi, tidak tersedianya jaringan telekomunikasi, bukan hanya tentang keadaan geografis, sulit dalam akses transportasi, ketiadaan listerik penerangan, bukan hanya itu. Tantangan kami juga lebih jauh tentang konflik politik yang bisa berimbas pada warga pendatang, yang niatnya memang ingin melayani masyarakat. tak sedikit orang pendatang, masyarakat sipil yang tewas, dari tukang, guru, ojek yang ditembak mati di tempat ini, karena dituduh mata-mata badan Intelejen. Bagi kami ini adalah tugas yang cukup memukul mental psikis.


Kesan pertama menginjakkan kaki di tanah papua, terutama di tempat penugasan di wilayah pegunungan tengah Papua. Perasaan pertama yang muncul adalah tentang, keindahan topografi wilayah, bergunung-gunung, dengan sungai-sungai yang membelah lembah demi lembah, hijau pegunungan begitu kontras dengan langit biru, kabut-kabut putih bergelantungan di sisi-sisi bukit, wilayah pegunungan tengah ini suhu udaranya teramat dingin dengan curah hujan yang tinggi, wajar sekitaran wilayah ini adalah puncak tertinggi Indonesia. sungguh suatu peraduan alam yang eksotis, terlebih kesan ini bagi saya yang sebelumnya bertempat tinggal di daerah pesisir, pemandangan seperti ini menjadi begitu unik, menggugah rasa tentang kayanya keindahan alam Indonesia. Begitu disayangkan alam yang kaya dan indah ini tidak sebegitu indah realita kehidupan masayarakat, banyak ketimpangan sosial yang tampak di mana-mana, sejuk udaranya tak sesejuk kenyataan yang ada, banyak gesekan sosial dan politik yang terjadi.

Setelah kegiatan peneimaan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua di Jayapura. 04 Juni 2016 kami tiba di Kota Wamena, Ibukota Kabupaten Jayawijaya, sebagai satu-satunya centra kota di wilayah pegunungan tengah Papua, epicentrum perekonomian bagi kabupaten-kabupaten yang ada disekitarnya. Kami rehat melakukan perjalanan beberapa hari menyongsong datangnya bulan Ramadhan, perjalanan kami ke tempat penugasan berlangsung di awal-awal bulan puasa, ujian kami tidak saja tentang perjlanan panjang yang menguras energi namun juga lapar dan haus, bak musafir yang sedang berpuasa, semoga hari itu Allah merahmati perjalanan kami, dan pahala ibadah puasa kami dilipat gandakan.

06 Juni 2016, Pukul 08.00 WIT kami tiba di Tiom, ibu kota Kabupaten Lanny Jaya, berangkat dari Wamena pukul 04.00 Dini hari, setelah sahur di hari-hari pertama bulam puasa, 4 jam perjalanan. Kami di sambut langsung oleh bapak Sekretaris Daerah Kabupaten Lanny Jaya, Pak Christian Sohilait, bersama ibu Kepala Dinas Kesehatan Lanny Jaya, kami diperkenalkan langsung kepada segenap perangkat SKPD yang hadir dalam acara apel pagi di halaman kantor bupati Lanny Jaya. Suatu kehormatan bisa diantar langsung oleh pejabat-pejabat daerah langsung ke Puskesmas tempat penugasan, lagi disambut euforia warga yang sudah menunggu, menyambut kedatangan kami. Tempat tinggal dan warga yang akan mawarnai dinamika hidup selama 2 tahun. Pengabdian dimulai.

Adaptasi. Penyesuaian beberapa bulan, adaptasi fisik dengan iklim lingkungan, belajar tentang cara hidup dan kebudayaan masyarakat agar nantinya dapat betul-betul melebur bersama warga. Pendekatan awal yang dilakukan yakni perkenalan-perkenalan standar, silaturahmi ke Kepala Puskesmas, Kepala Kampung, Kepala Disterik, Bapak-bapak gembala gereja, Puskesmas pembantu (Pustu), Pos obat Desa (POD), Balai Pengobatan (BP) sebagai bagian integeral pelayanan kesehatan Puskesmas, serta sejumlah stakeholder Puskesmas, juga tentunya masyarakat di wilayah kerja.

Selain adaptasi dan perkenalan, langkah awal yang kami lakukan yakni observasi data. Pemetaan data geografis, pemetaan data demografi kependudukan, juga data-data kesehatan yang ada di Puskesmas. Kesulitan yang kami hadapi dalam tahap ini adalah tentang akurasi data. Dalam hal data geografis misalnya, jumlah kampung atau desa yang ada kenyataannya tidak sesuai dengan data yang tertera pada arsip Puskesmas. Sudah sejak lama banyak dilakukan pemekaran-pemekaran desa, namun tidak diperbaharui, sehingga program-program kesehatan yang berjalan hanya mengacu pada data-data usang yang sudah tidak layak menjadi patokan. Padahal akurasi data seperti ini sangat penting untuk menjadi tolak ukur memantau status perkembangan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas, agar pembangunan kesehatan selaras dengan laju pertumbuhan penduduk. Begitupun data demografi kependudukan, total jumlah penduduk seakan direkayasa sedemikian rupa oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, pada kenyataannya jumlah total penduduk yang ada tidak sebanyak yang terdapat pada data masing-masing kampung. Waktu itu memang sedang menjelang pemilihan kepala daerah Kabupaten Lanny Jaya. Sehingga muncul istilah dikalangan masyarakat, waktu pemilu adalah waktu dimana terjadi pembengkakan jumlah penduduk yang cuckup pesat di mana kayu, batu dan jin ikut masuk dalam lembar  daftar kartu keluarga, hal ini demi mendulang suara sebanyak-banyaknya untuk pemenangan calon dalam kontestasi pemilihan Kepala Daerah. Ini permasalahan kepentingan politik yang tidak mempehatikkan dampak jangka panjang kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini di bidang kesehatan, sebagai salah satu kebutuhan primer (Urgent).Pertumbuhan pembangunan kesehatan jadi sulit diukur, data hasil kerja kesehatan jadi bias. Kalaupun ingin menawarkan solusi untuk dilakukam pendataan ulang, pasti akan menemui banyak kendala, sebab akan sulit menjangkau setiap warga yang bermukim di balik-balik gunung dan lembah, ditambah lagi ketiadaan akses dan kendaraan transportasi serta keterbatasan SDM. Ini dilema politik yang masih berlangsung hingga hari ini. Solusi yang kami tawarkan yaitu melakukan pendataan pada setiap pasien yang datang berobat ke Puskesmas serta masayarakat yang berdomisili didekat Puskesmas, yang dapat dijangkau oleh petugas kesehatan, dan yang lainnya diberikan tanggung jawab kepada kader-kader kesehatan dengan modal pelatihan sebelumnya.

Pemetaan masalah kesehatan. Sebelum merencanakan program-program yang akan dijalankan, perlu terlebih dahulu mengetahui permasalahan-permasalahan kesehatan yang ada diwilayah kerja Puskesmas, untuk itu perlu melakukan pendataan permasalahan disetiap kampung dengan cara melakukan survey kesehatan keluarga, yaitu pendataan kesehatan berbasis pendekatan keluarga dengan langsung melakukan kunjungan rumah, mengobservasi secara langsung keadaan tempat tinggal, serta perilaku hidup sehat setiap anggota keluarga. Penilaian kesehatan keluarga ini menggunakan 12 indikator baku dalam pendekatan kesehatan keluarga. Data geografis yang lama mencatat total terdapat 22 kampung. Hampir separuh kampung tersebar di balik-balik gunung. Untuk itu dari total tersebut hanya beberapa kampung yang diambil sebagai sampel, secara keseluruhan masyarakat disini memiliki bentuk tekstur rumah yang sama baik interior maupun eksteriornya, begitupun perilaku hidup sehat, sumber air misalnya sebagai salah satu indikator dalam survey kesehatan keluarga, secara keseluruhan warga menggantungkan kebutuhan air pada aliran-aliran sungai. Untuk itu dengan sampel yang diambil memang sudah betul merepresentasi seluruh permasalahan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas.. Kendati demikian ada beberapa kampung yang letaknya jauh di pegunungan pun kami sambangi,dengan waktu tempuh perjalanan 4 hingga 5  jam berjalan kaki, dengan kadaan rute perjalanan yang cukup menantang, menuruni lembah, menyebrangi sungai, mendaki gunung, melingkari pinggang pegunungan. Suatu pengalaman yang luar biasa. Dalam hal ini kegiatan survey juga dibarengi kegiatan mobile clinic, pelayanan kesehatan bergerak ke kampun-kampung yang sulit dijangkau, agar pelayanan kesehatan juga ikut mereka rasakan.

  Program-program yang kami lakukan selama berada di tempat penugasan mengacu pada data-data permasalahan kesehatan yang ada. Melihat dari hasil survey maka kegiatan yang kami programkan bersama Puskesmas lebih menitik beratkan pada kegiatan yang bersifat promotif dan preventif, untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan primer. Concern Nusantara Sehat memang sudah seharusnya berjalan pada ranah-ranah itu, memberikan pemahaman-pemahaman keseahatan kepada masyarakat.  

       Data jumlah pegawai yang terdaftar pada arsip Puskesmas cukup banyak mencapai empat puluhan lebih orang, dari yang berstatus PNS maupun tenaga honorer, namun dari sekian banyak data tersebut, hanya beberapa yang hadir datang menunaikan tugasnya di Puskesmas, itupun bisa terhitung 2 minggu sekali atau sebulan sekali dalam kegiatan Posyandu bulanan yang diagendakan 3 sampai 5 hari setiap bulannya.  Ini juga menjadi salah satu hambatan Tim Nusantara Sehat untuk bisa maksimal menunaikan tugas untuk bisa fokus pada kegiatan-kegiatan luar gedung yang sifatnya promotif dan preventif. Kegiatan dalam gedung pun harus tim Nusantara Sehat yang menghandle, dari pelayanan pasien, pengurusan administrasi, kelengkapan obat-obatan, serta pelaporan bulanan. Mungkin hal yang sama pun terjadi dengan teman-teman tim nusantara sehat di daerah lain, kalau mau dikkatakan secara awam mengacu pada kenyataan yang ada, maka nama puskesmas bisa saja dirubah menjadi Puskesmas Nusantara Sehat.

 Kegiatan promosi kesehtan dan pencegahan yang menjadi prioritas adalah yang berkaitan dengan lingkungan tempat tinggal keluarga. Rumah tempat tinggal masyarakat di pegunungan tengah biasanya dikenal dengan honai, bentuknya seperti kubah, atapnya dari dedaunan rumbia kering, dengan sekat diding kayu melingkar, lantainya beralas rerumputan kering. interiornya hanya membentuk satu ruangan melingkar, terdapat tungku api ditengahnya, selain digunakan untuk memasak, juga fungsinya untuk menghangatkan tubuh. hal ini memang sudah menjadi budaya orang pegunungan Papua yang iklimnya cukup dingin, agar mampu menjaga kehangatan udara dalam rumah. Namun dengan keberadaan tungku didalam rumah ini, tanpa adanya ventilasi atau cerobong saluran sirkulassi udara menyebabkan asap hasil pembakaran tertampung didalamnya, hal ini berpotensi memicu terjangkitnya penyakit pneumonia dan infeksi saluran pernapasan lain pada setiap anggota keluarga, baik bayi, balita, juga lansia berpotensi menglami batuk atau sesak nafas yang berkepanjangan sebagai gejala ISPA. Untuk itu pemberian pemahaman tentang hal ini gencar dilakukan saat berkunjung langsung ke rumah-rumah warga. Sulit memang mengubah kebudayaan, suatu kegiatan yang sudah dibiasakan secara turun temurun, dari generasi ke generasi. Untuk itu sejak awal Kepala Puskesmas bersama Nusantara Sehat juga sudah mempersiapkan desain honai sehat, yang dilengkapi dengan saluran pembuangan asap berupa cerobong yang menjulang ke atap, serta alas lantai berupa teripleks agar lebih bersih. Ini honai percontohan. Model honai sehat yang perlahan demi perlahan akan disosialisasikan kepada masyarakat. Nusantara Sehat mengambil inisiatif untuk menjadikan honai ini sebagai rumah tunggu bersalin. Dengan begitu ibu hamil beserta keluarga yang menemani selama beberapa hari menunggu kelahiran anak, dapat melihat dan memahami konsep honai sehat ini sekaligus mengetahui dampak kesehatannya.

Perilaku hidup bersih dan sehat juga menjadi salah satu kegiatan promosi kesehatan yang perlu dilakukan. Banyak kebiasaan-kebiasaan atau pola hidup masyarakat yang masih jauh dari kata sehat, kebiasaan, kebiasaan yang memiliki resiko terjangkitnya penyakit. Kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi budaya orang lokal yang memang sulit untuk dirubah krena langsung bertentangan dengan aturan adat budaya.

Budaya Potong Jari.
Masyarakat asli yang tersebar di sekitaran wilayah pegunungan tengah papua terdiri dari 3 klen suku besar yakni suku Dani, suku Lany, dan suku Yali. suku Dani adalah orang sejak dahulu sudah bermukim di wilayah lembah baliem, sekarang Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, sedangkan orang-orang asli yang berklen suku Lany dan Yali adalah masyarakat yang mendiami wilayah pegunungan yang mengelilingi wilayah lembah baliem. Suku Lany pada umumnya tersebar di Kabupaten Lanny Jaya dan Tolikara, sedangkn suku yali pada umumnya tersebar di Kabupaten Yalimo, dan Yahukimo. Dengan kedekatan wilayah teritorial,, maka 3 suku besar diwilayah pegunungan tengah papua ini memiliki adat kebudayaan yang tak jauh berbeda.

Ada satu kebudayaan yang unik dari orang-orang pegunungan tengah ini, kebudayaan unik yang cukup ekstrime bila disaksikan. Budaya potong jari. Satu budaya yang mengharuskan seorang wanita tertua dalam satu keluarga menghilangkan ruas jarinya setiap ada suami atau keluarga yang meninggal, satu kebudayaan sebagai tanda rasa kesetiaan dan kehilangan yang mendalam. Tidak hanya wanita terkadamg dalam beberapa waktu pria juga melakukannya, dengan memotong daun telinga, sebab jemari tangan pria sangat dibutuhkan dalam berperang dan melindungi keluarga. Budaya yang unik. Namun demikian bila dilihat dari sisi kesehatan, hal ini tidak harus dilakukan. Kalaupun dilakukan, kegiatan memotong jari dengan pisau atau benda tajam yang tidak diketahui kesterilannya dapat menimbulkan infeksi bakteri dan  penyakit. Kebudayan yang unik dan ekstrim memamng tidak dapat dirubah. Namun untuk sebagian wilayah karena pengaruh agama perlahan sudah meniadakan kebudayaan seperti ini.

Pengeringan darah nifas
Kebiasaan ibu-ibu  setelah melahirkan ditempat ini, dalam mempercepat pengeringan darah nifas yang seharusnya memiliki waktu normal 40 hari atau 2 bulan. Dipercepat dengan memanggang badan diatas tungku api dengan tujuan untuk mempercepat proses pengeringan darah nifas. Darah nifas yang mengalir tidak dibalut menggunakan pembalut steril pada umumnya, darah nifas yang mengalir dijalan lahir justru dibalut dengan daun-daun lokal yang dipercaya mempercepat penhentian perdarahan, yang jaminan kebersihan serta sterilitasnya tidak diketahui, hal ini sangat berpotensi terjadinya proses infeksi disekitar area jalan lahir melalui medium darah nifas yang mengalir tersebut. Ini juga salah satu masalah kesehatan yang coba gencar diperbaharui, hal yang berkaitan dengan mindset, pola-pola pikir yang keliru.




Budaya Tanpa Alas Kaki.
Masayarakat pegunungan tengah papua, terutama di daerah-daerah pedalaman, pegunungan yang jauh dari pusat kota wamena, kebanyakan adalah generasi yang baru mengenal busana pakaian seperti baju dan celana. Sebelumnya masyarakat ini adalah masyarakat koteka, yakni masyarakat yang masih betul memegang teguh adat kebudayaaan nenek moyang, dari cara hidup sampai cara berpakaian sehari-hari. Untuk para pria biasanya hanya menggunakan koteka dan beberapa ornamen adat di kepala dan lengan, sedangkan wanita hanya menggunakan rok yang dirangkai dari rerumputan, tanpa mengenakan alas dada. Semuanya, dari anak hingga orang dewasa, laki-laki hingga perempuan tak ada satupun yang menggunakan alas kaki, baik sepatu maupun sandal dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Namun dalam beberapa tahun terakhir, dalam upaya pendekatan pemerintah bersama pimpinan-pimpinan tokoh gereja, akhirnya masyarakat mau melepaskan kebudayaan lamanya dalam hal berpakaian, hari ini masyarakat sudah banyak memakai baju dan celana, hanya beberapa orang tua saja yang masih setia memegang kebudayaan itu. Walaupun sekarang sudah berbusana namun ada satu hal yang masih kurang yakni penggunaan alas kaki, baik sepatu atau sandal dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Kaki tak beralas yang beraktivitas diatas tanah-tanah gambut berbecek, berpotensi membawa larva-larva telur cacoing melali kuku jemari kaki, hal ini dapat memicu terjadinya penyakit kecacingan, dan yang lebih berbahaya adalah Kaki Gajah, suatu pembengkakan besar pada bagian kaki, dan tidak jarang juga pada alat kelamin. Mungkin entah karena ketiadaan finansial atau faktor kebudayaan yang memang tak dapat dirubah lagi, untuk itu penyuluhan pemberian pemahaman tentang hal seperti ini lebih kami titik beratkan pada para anak-anak pelajar mulai dari sekolah dasar, menengah pertama, hingga SMA, yang masih bisa kta tata pola hidup sehatnya. Tidak hanya tentang bahaya kaki tanpa alas, melainkan juga tentang kebersihan diri, pentingnya cuci tangan pakai sabun, menggosok gigi, serta penting untuk rutin mandi setiap hari dan lain sebagainya.

Budaya Bakar Batu.
Setiap adanya satu hajatan besar, tentunya dilengkapi dengan makanan sebagai pelengkap konsumsi suatu kegiatan. Bakar batu adalah salah satunya. Bakar batu adalah serangkaian acara adat kebudayaan orang pegunungan papua untuk mepererat tali silaturahmi dalam sebuah hajatan besar dalam bentuk makan besar bersama. Bakar batu dilaksanakan dengan memasak-atau membakar ubi dan daging babi, pada umumnya langsung dalam lubang galian tanah bersama batu yang telah dipanaskan sebelumnya di galian yang berbeda.  Kemudian ubi dan daging yang telah matang tersebut akan digotong oleh pemuda dengan berlareiaan ke hadirin yang sudah membentuk kelompok-kelompok lingkaran kecil, daging dan ubi kemudian langsung dijattuhkan ke setiap linggkaran tersebut,langsung beralas rumput-rumput tanah, kemudian disantap bersama. Yang tentunya punya nilai faktor resiko infeksi bakteri, kuman penyebab penyakit. Hal-hal tentang kebersihan seperti inilah memang kurang diperhatikkan, suatu kebudayaan yang cukup sulit untuk diintervensi, krena sangat sensitif karena langsung bergesekan dengan aturan adat yang ada.



\
Musyawarah Adat.
Sebagai masyarakat pedalaman yang masih memegang teguh adat kebudayaan, masyarakat pegunungan Papua tentunya juga menjunjung tinggi pentingnya musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan, semua elemen adat dilibatkan, dari suami, orang tua, ipar / om  ketua suku, pendeta dan lain sebagainya. Pengambilan keputusan baik yang berkenaan dengan masalah sosial, politik, dan adat budaya, juga tidak terlepas yang berkaitan dengan kesehatan, dalam hal ini tentang perujukan pasien bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit.
Banyak sekali tejadi, pasien/anggota keluarga yang sakit tidak segera dibawa ke Puskesmas untuk diberikan perawatan lebih lanjut, namun dibiarkan sampai berarut-larut dalam honai atau rumah, hal ini terjadi sebab kepercayan masyarakat yang masih menganggap bahwa penyakit yang diderita keluarga adalah hasil kutukan atau karena diguna-guna orang, maka intervensi adat yang lebih mereka utamakan. Pemahaman masyarakat bahwa penanganan medis adalah pilihan terakhir. Pembiaran seperti ini menyebabkan angka kematian demikian tinggi setiap tahunnya untuk setingkatan distrik, anggota keluarga yang sakit dibiarkan sampai parah baru dilaporka ke Puskesmas, Pasien sampaipada tahap sekarat baru dilaporkan ke tenaga kesehatan. Bahkan apabila sudah didapat pasien yang parah oleh tenaga kesehatan dan kemudian diberikan rekomendasi untuk dirujuk ke Kota Wamena, mesti menunggu hingga berhari-hari dengan alasan belum bisa dilakukan musyawarah keluarga, karena anggota keluarga belum lengkap, ketua suku tidak ada ditempat, jika salah satu keluarga tidak terlibat dalam pengambilan keputusan, rujukan pasien tidak dapat dilakukan, pasien menjadi korban, sakitnya dari hari ke hari semakin bertambah parah, bahkan dapat berujung kematian.
Pemahaman tentang penting untuk segera melakukan rujukan pasien sudah disampaikan tenaga kesehatan,namun adat kebudayaan adalah hal yang sakral yang tidak bisa langsung di intervensi, hal ini tentu sangat berbahaya jika masih terus berlangsung, angka kematian dapat terus tinggi, perlu adanya kerja sama lintas sektoral, pemerintah, tokoh agama, serta tokoh adat dalam merubah pemahaman seperti ini, dan harus dilakukan secara terus menerus  berkesinambungan disosialisaikan kepada masyarakat. Musyawarah adat memang sangat sakral, karena warisan leluhur yang patut kita hormati dan junjung tinggi, namun nyawa manusia tidak selalu bergantung pada musyawarah yang berlarut-larut.

Program NO KB di Lanny Jaya
Keluarga Berencana atau yang biasa disingkat KB adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Program Keluarga berencana merupakan program nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan ekonomi dan sosial budaya penduduk indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun akhir 1970-an, dan Indonesia sudah diatur dalam UU No 10 Thn 1992. Dengan membatasi jumlah anak dalam keluarga kita sudah ikut berkontribusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, yang dimulai dari keluarga ideal yang sejahtera, Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Dengan ber KB kita bisa mengatur jarak kelahiran ibu, sehingga tidak ada lagi ibu hamil dengan resiko tinggi, anak yang lahir dengan jarak kelahiran yang baik akan lahir dengan sehat, Kluarga Berencana dapat mencegah kematian ibu dan anak.
Keluarga Berencana adalah salah satu program nasional dalam bidang kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh semua daerah di Indonesia, namun hal ini tidak berlaku di Kabupaten Lanny Jaya, Provinsi Papua. Hal ini merupakan kebijakan langsung bupai Lanny Jaya. Kebijakan ini diberlakukan dengan alasan jumlah kematian yang cukup besar di Lanny Jaya akibat penyakit menular seperti HIV / AIDS dan TBC. Untuk itu pemerintah berasumsi bahwa solusi terbaik untuk menjaga populasi orang asli papua terutama di pegunungan tengah papua adalah dengan melahirkan anak sebanyak-banyaknya setiap tahun, agar lahan tanah papua yang masih kosong dan luas dapat di isi oleh generasi baru, demi mendukung program ini pemerintah secara nyata memberikan bonus uang sebesar 5 juta rupiah pada setiap ibu yang hamil, hal ini tentu sangat bertentangan dengan aspek kesehatan, pada dasarnya anak yang sehat hanya bisa lahir dari rahim yang sehat. Oleh karena itu, jika seorang harus melahirkan anak setiap tahun tentunya rahim dari seorang ibu tidak akan sehat dan anak yang dilahirkan tentunya tidak akan sehat. Program NO KB untuk mengajak ibu-ibu untuk tidak merencanakan kelahiran dengan baik tentu bukan solusi terbaik untuk menjaga keseimbangan populasi yang kian berkurang setiap tahun akibat penyakit, program ini justru akan memperparah keadaan, kematian ibu dan anak bisa saja terjadi setiap tahunnya. Menekan angka kematian orang asli papua (OAP) bukan dengan memaksa laju pertumbuhan penduduk tanpa memperhatikkan aspek kesehatan Ibu dan anak. Yang perlu menjadi perhatian utama adalah mengenai angka penyakit menular yang masih tinggi, seperti HIV/AIDS misalnya. Menangani masalah penyakit-penyakit baik menular maupun tidak menular dapat dilakukan dengan langkah-langkah preventif seperti penyuluhan untuk memberikan pemahan kepada masyarakat tentang pola hidup sehat agar terhindar dari penyakit, hal ini tentu mampu menekan angka kematian. solusi penanganan tingginya angka kematian adalah dengan meningkatkan kualitas hidup sehat masyarakat. Demikian juga dengan mendidik para pemuda Papua agar menghindarkan diri dari pola pergaulan hidup bebas. dengan menghindari pergaulan bebas tentunya akan menurunkan angka terjangkitnya virus AIDS dan HIV. Sedangkan program memperbanyak anak dengan membiarkan pergaulan bebas tentu bukanlah solusi yang bijak.
Kendati kebijakan ini langsung disampaikan oleh bapak bupati, namun masyarakat setelah diberikan pemahaman tentang pentingnya ber KB, serta dampak positifnya terhadap kesehatan, akhirnya mau untuk ikut serta melaksanakan program nasional ini, tak sedikit yang datang setiap bulannya untuk suntik KB, dan berkonsultasi dengan petugas.
Untuk pelyanan dalam gedung, terkhusus dalam bidang kefarmasian yang memang menjadi ranah saya. Sejak pertama kali datang ke puskesmas memang tidak ada tenaga kefarmasian yang tersedia, baik asisten apoteker maupun Apoteker, oleh sebab itu pada kenyataan yang ada banyak sekali masalah-masalah kefarmasian yang perlu dikoreksi, mulai dari hal manajemen sampai ke pelayanan obat pada pasien. Hal pertama yang saya lakukan adalah merombak kembali penataan obat dalam gudang dan apotek, pemasangan SOP, buku register, kartu stok sebagai control jumlah obat di Puskesmas, hingga arsip-arsip dan pelaporan ke Dinas Kesehatan,  terdapat banyak sekali obat-obat kadaluarsa yang masih ditata rapi pada lemari dan rak obat, hal ini akan sangat berpotensi pemberian obat kadaluarsa dalam pelayanan kepada pasien. Untuk itu perlu dilakukan sesuai dengan standar kefarmasian yang benar, perlu dilakukan kegiatan stock opname setiap 3 bulan sekali, agar keadaan obat akan dipantau secara rutin baik tentang kerusakan maupun tentang tanggal kadaluarsanya, selama penugasan pendampingan-pendampingan seperti ini terus kami lakukan, tidak hanya untuk pengelola gudang atau apotek, juga pengelola ruangan yang lainnya.

Bekerja di perantauan dalamlingkungan yang berbeda dangan orang dengan latar belakang yang berbedamn tentu tidak mudah, perlu adaptasi yang baik. Dilema dalam tim adalah hal yang wajar, banyak pemikiran dan ide yang tak sealalu sama, apalagi dengan anatara orang-orang yang memliki latar belakang yang amat berbeda, gesekan ide dan pemikiran adalah sesuatu yang biasa dan  positif, semuanya memiliki nilai  tujuan yang sama yakni untuk membangun lembaga atau institusi yang menjadi tanggung jawab bersama. Konflik apapun yang terjadi sudah sepatutnya disikapi secara dewasa, mengambil langkah penyelesaian dengan kepala dingin melalui musyawarah adalah langkah yang amat bijak,sehingga dapat diambil pemufakatan bersama, yang terpenting adalah kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa, karena sudah teruji bahwa bercermin dari pengalaman adalah guru terbaik dalam hidup.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun. Begitu cepat waktu berjalan. Distrik Makki, Kabupaten Lanny Jaya, Papua. Tak terasa hari ini hampir menginjak di waktu-waktu terakhir masa pengabdian, puas rasanya dengan hasil-hasil kerja selama bertugas di sini. Tugas ini tidak hanya mengasah otak untuk bagaimana menata manjemen pelayanan kesehatan yang baik di daerah tertinggal, akan tetapi juga mengasah hati untuk bagaimana menjalin tali silaturahmi, menjaga persaudaraan antar sesama dengan berbagai latarbelakang suku, budaya dan agama yang berbeda, bukan hanya dalam teman satu tim Nusantara Sehat, tetapi juga masyarakat di wilayah kerja kami, keluarga baru di tempat penugasan, terima kasih Nusantara Sehat karena telah mengajarkan kami tentang arti pentingnya nilai kemanusiaan dan keberagaman.















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proposal Penelitian dan Penulisan Biografi Abd Syukur Ibrahim Dasi oleh ( Tim Penulis: HM Ali Taher Parasiong, MHR. Shikka Songge, Hassan M. Noer)

LAMAKERA