Matahari Memang Terbit dari Timur


Matahari Memang Terbit dari Timur

"Hitam kulit keriting rambut. .
"Aku Papua. .
"Walau esok hari langit terbelah. .
"Aku Papua. .
Sejak pertama kali mendapat mandat untuk pengabdian di tanah papua lirik lagu itu selalu mengawang dalam ruang imaji. Lagu yang kemudian populer ketika menjadi sound treck dalam film fenomenal Di Timur Matahari, mulai membuatku dapat menggambarkan tentang kehidupanku nanti. Tekad ini sudah bulat adanya, walau harus terisolir dari candu kenikmatan kota, walau sampai langit terbelahpun amal sederhana ini lebih punya arti.

Distrik Makki, Kabupaten Lanny Jaya. Kabupaten hasil pemekaran kabupaten Jaya Wijaya 2009 silam, daerah dengan temperatur suhu pegunungan amat dingin menyengat kulit, siapa yang mengira hingga 2 tahun nanti tempat ini akan menjadi tempatku menjalani segala rutinitas hidup. Dari makan, minum, bangun di pagi hari, bekerja, tidur di malam hari dan kembali bangun di pagi hari lagi.

Pun aku tak menyangka bahwa tempat inilah setting proyek film fenomenal itu, drama tentang cahaya dari timur nusantara yang bercerita tentang keterbatasan hidup orang asli papua di puncak pegunungan tengah tanah mutiara hitam. Masih ingat betul dalam benakku ketika Mazmur kecil berseragam sekolah dasar bersama teman-temannya riang tertawa berlari menuju sekolah dasar di puncak gunung, mereka yang selalu setia menunggu guru penggantinya tak kunjung tiba. Di sinilah ketika seorang bocah papua dengan bendera merah putih dalam genggamannya, selalu setia menunggu tibanya pesawat trigana di bandara alam, bandar udara yang hanya bermodalkan rumput di atas dataran tanah dan sebuah kantung udara sebagai pembaca arah angin. Keindahan alam yang dulunya hanya dalam lanscape layar monitor kini sudah ku tapakkan kakiku di atas tanahnya. Rencana tuhan memang selalu indah ketika niat kita berangkatkan dengan keikhlasan. Biar harus harus terisolir di tempat pelosok seperti ini, keindahan alam ini dapat menjadi suatu pemanis kembali bersyukur tentang kebesaran sang pencipta.

Berawal dari satu mimpiku menjadi kader kesehatan di tepian negeri, tepian yang tidak di artikan secara harafiah, tepian yang di artikan dengan menghapus bujur dan lintang di atas peta, tepian bagi mereka yang terabaikan. Biarlah sebagian dari darah muda ini mengalir deras untuk satu tugas mulia ini. Berada di pelosok, menata hidup dari pinggiran  negeri mungkin tak menjadi mimpi kebanyakan orang. Katakanlah seperti papua, tanah ini memang tak banyak di belai manisnya pembangunan, infrastruktur fisik maupun sumber daya manusianya, namun alamx tersimpan berlimpah harapan untuk masa depan.

Jayawijaya menuju Lanny Jaya. 06 Juni 2016, perjalanan di subuh hari mengawali 1 Ramadhan 1437 H, perjalanan melingkari pinggang-pinggang pegunungan Jayawijaya, 2 hingga 4 jam waktu tempuh untuk sampai di terra incognita, untuk sampai negeri belum terjamah. Perjalanan menyusuri kabut-kabut putih pagi hari di anatara perbukitan, lalu mentari hanya tersipu samar memancar cahaya di baliknya, hingga hanya gelap dan terang yang tersisa, kadang gelap di satu lembah kadang terang di lembah yang lain, sepertinya kami hampir tiba di tempat penugasan, semua ini seperti lakon pertunjukan alam menyambut kedatangan kami. Keindahan tanah ini jadi satu bukti bahwa matahari memang selalu terbit dari timur, karena cahaya di awal hari selalu terpancar dari ufuk timur, maka dari timur pula rahmat sang kholik pertama kali tiba menjamah bumi.  Pukul 06.00 pagi, rupanya kabut-kabut pagi telah mengusir pergi gelap malam menyongsong hari dan akhirnya kami tiba di Distrik Makki, tempat 2 tahun jiwa mudaku giat mencari inspirasi hingga lahirlah mimpi-mimpi baru. Berawal dari soetta jakarta, sentani jayapura, kota wamena dan sampai di ujung jalan. Di akhir perjalanan inilah kami mulai membuka lembaran pertama halaman pengabdian, dan di akhir perjalanan ini pula aku dapat melihat bahwa matahari memang terbit dari timur.

.blogspot.com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Pengalaman Nusantara Sehat

Proposal Penelitian dan Penulisan Biografi Abd Syukur Ibrahim Dasi oleh ( Tim Penulis: HM Ali Taher Parasiong, MHR. Shikka Songge, Hassan M. Noer)

LAMAKERA